- Back to Home »
- Isi KTI Seni Budaya
Posted by : Unknown
Friday, May 9, 2014
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Indonesia
memiliki kebudayaan yang bersih dan patut untuk dicontoh. Salah satu contoh
kebudayaan di Indonesia adalah tari-tarian di berbagai daerah yaitu tari
bedoyo,tari saman,tari kecak dan lain-lain. Seni tari di Indonesia bukanlah
untuk kesenangan semata, tetapi juga mempunyai nilai edukasi. Tari-tarian di
Indonesia juga mempunyai berbagai arti dan fungsi.
Dalam
hal ini kita tahu, tak jarang yang mengklaim miliknya seperti tari pendet yang
berasal dari bali. Dalam pulau bali
banyak tariannya semisal tari kecak yang di dalamnya berisi jahat dan baiknya
watak . Bila dalam NAD (Nanggroe Aceh Darussalam) ada tari saman merupakan salah satu media
untuk pencapaian pesan . Di solo dan di D.I Y ada tari bedhaya Ketawang tari
ritual . Oleh karena itu penulis ingin membahas lebih lanjut tari kelompok
nusantara tari bedhaya ketawang , tari kecak ,tari saman
B.
Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah dalam karya
tulis ini adalah :
1.
Bagaimana sejarah dari ketiga tari
budaya tersebut?
2.
Apa fungsi dari ketiga tari budaya
tersebut?
3.
Apa arti dari ketiga tari budaya
tersebut?
C.
Tujuan
Adapun tujuan dari karya tulis ini
adalah :
1.
Menjelaskan tentang sejarah dari ketiga
tari budaya tersebut.
2.
Mengajak pembaca untuk lebih cinta
terhadap kebudayaan tari di Indonesia.
D.
Metode
Penulisan
Untuk mendapatkan kejelasan yang komgkrit
dalam karya ilmiah ini, maka penulis menyusun metode penelitian sebagai berikut
:
Bab I : Pendahuluan terdiri dari Latar Belakang
, Rumusan Masalah, Tujuan, Metode Penulisan dan Manfaat
Bab II : Metode penelitian
Bab III : Hasil wawancara
Bab IV : Penutup terdiri dari Kesimpulan dan Saran
E. Manfaat Penulisan
Manfaat
di laksanakannya penelitian ini :
1.
Untuk menambah wawasan penulis dan pembaca mengenai tari kelompok
nusantara tari bedaya ketawang , tari
kecak tari saman.
2.
Untuk menumbuh kebangkan rasa cinta kepada kebudayaan Indonesia.
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Tari Bedhaya Ketawang
Kota
Solo memberikan banyak kebudayaan local yang mengasyikkan dan patut untuk
dieksplorasi lebih lanjut. Salah satu intangible
heritage kota
Solo yang masih lestari hingga saat ini adalah Bedhaya Ketawang, tarian klasik
dari Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
Bedhaya
Ketawang terdiri dari kata Bedhaya dan Ketawang. Bedhaya artinya
penari wanita di Istana.Ketawang berasal
dari kata ‘tawang’ yang berarti bintang di langit. Bedhaya berasal dari bahasa Sanskerta budh yang
berarti pikiran atau budi. Dalam perkembangannya kemudian berubah menjadi
bedhaya atau budaya. Penggunaan istilah tersebut dikarenakan tari bedhaya
diciptakan melalui proses olah fikir dan olah rasa. Pendapat lain menyatakan
bahwa bedhaya berarti penari kraton, sedangkan ketawang berarti langit atau
angkasa. Jadi bedhaya ketawang berarti tarian langit yang menggambarkan gerak
bintang-bintang, sehingga gerakan para penarinya sangat pelan.
Tari
Bedhaya Ketawang merupakan tarian kebesaran dan tarian yang di sakralkan di
Keraton Jawa (Yogyakarta dan Solo). Tarian ini hanya dipentaskan satu tahun
sekali, yaitu pada saat perayaan hari penobatan raja atau “Tingalan
Dalem Jumenengan”.
B.
Tari Saman
Tarian
ini di namakan Saman karena diciptakan oleh seorang Ulama Gayo bernama Syekh
Saman pada sekitar abad XIV Masehi, dari dataran tinggi Gayo. Awalnya, tarian
ini hanyalah berupa permainan rakyat yang dinamakan Pok Ane. Namun, kemudian
ditambahkan iringan syair-syair yang berisi puji-pujian kepada Allah SWT, serta
diiringi pula oleh kombinasi tepukan-tepukan para penari. Saat itu, tari saman
menjadi salah satu media dakwah.
Tarian
saman diduga berasal dari tarian Melayu kuno karena tari saman menggunakan dua
gerakan yang umum digunakan dalam tarian Melayu kuno: tepuk tangan dan tepuk
dada. Menurut cerita, Syeikh Saman menyebarkan agama Islam sambil mempelajari
tarian Melayu kuno. Supaya dakwahnya lebih mudah, Syeikh Saman menggunakan
syair-syair dakwah dengan gerakan-gerakan tari. Sampai sekarang, tari saman
yang sifatnya religius ini masih dipakai sebagai alat penyampaian pesan dakwah.
Dalam
konteks kekinian,tarian ritual yang bersifat religius ini masih digunakan
sebagai media untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah melalui
pertunjukan-pertunjukan.Tarian saman termasuk salah satu tarian yang cukup
unik,kerena hanya menampilkan gerak tepuk tangan gerakan-gerakan lainnya,
seperti gerak guncang,kirep,lingang,surang-saring (semua gerak ini adalah
bahasa Gayo).
C.
Tari Kecak
Kecak adalah pertunjukan seni khas Bali yang diciptakan pada tahun 1930-an dan dimainkan terutama oleh laki-laki. Tarian ini dipertunjukkan oleh
banyak (puluhan atau lebih) penari laki-laki yang duduk berbaris melingkar dan
dengan irama tertentu menyerukan "cak" dan mengangkat kedua lengan,
menggambarkan kisah Ramayana saat barisan kera membantu Rama melawan Rahwana. Namun demikian, Kecak berasal dari ritual sanghyang, yaitu tradisi tarian yang penarinya akan berada pada kondisi tidak sadar,
melakukan komunikasi dengan Tuhan atau roh para leluhur dan kemudian
menyampaikan harapan-harapannya kepada masyarakat.
Kemudian
dari segi pementasan juga mulai mengalami perkembangan tidak hanya ditemui di
satu tempat seperti Desa Bona, Gianyar namun juga desa desa yang lain di Bali
mulai mengembangkan tari kecak sehingga di seluruh Bali terdapat puluhan group
kecak dimana anggotanya biasanya para anggota banjar. Kegiatan kegiatan seperti
festival tari Kecak juga sering dilaksanakan di Bali baik oleh pemerintah atau
pun oleh sekolah seni yang ada di Bali. Serta dari jumlah penari terbanyak yang
pernah dipentaskan dalam tari kecak tercatat pada tahun 1979 dimana melibatkan
500 orang penari. Pada saat itu dipentaskan kecak dengan mengambil cerita dari
Mahabarata. Pola Tari Kecak Sebagai
suatu pertunjukan tari kecak didukung oleh beberapa factor yang sangat penting,
Lebih lebih dalam pertunjukan kecak ini menyajikan tarian sebagai pengantar
cerita, tentu musik sangat vital untuk mengiringi lenggak lenggok penari. Namun
dalam dalam Tari Kecak musik dihasilkan dari perpaduan suara anggota cak yang
berjumlah sekitar 50 – 70 orang semuanya akan membuat musik secara akapela,
seorang akan bertindak sebagai pemimpin yang memberikan nada awal seorang
lagi bertindak sebagai penekan yang bertugas memberikan tekanan nada tinggi
atau rendah seorang bertindak sebagai penembang solo, dan sorang lagi akan
bertindak sebagai ki dalang yang mengantarkan alur cerita. Penari dalam tari
kecak dalam gerakannya tidak mestinya mengikuti pakem-pakem tari yang diiringi
oleh gamelan. Jadi dalam tari kecak ini gerak tubuh penari lebih santai karena
yang diutamakan adalah jalan cerita dan perpaduan suara.
BAB
III
METODOLOGI
PENELITIAN
A.
Bentuk
dan Strategi Wawancara
Penulis
melakukan wawancara tersebut dengan menggunakan sumber buku tentang tari
tradisional dan penulis mencari di internet
B.
Setting
Penelitian
Penulis
mengadakan wawancara di keraton kasunanan Surakarta dan penulis memperoleh
informasi melalui internet dan buku buku di perpustakaan.
Waktu penelitian
:
-
Hari / tanggal : Minggu, 12 Januari 2014
-
Waktu : 08.30 WIB
C.
Subjek
Penelitian
Subjek penelitian ini untuk mengetahui sejarah dari
seni tari bedhaya ketawang, tari saman, tari kecak. Agar dapat menambah wawasan
bagi pembaca
D.
Sumber
Data
Sumber
data didapat dari hasil pemikiran penulis serta wawancara mengenai tari bedaya
dan sejarah dari tari tersebut.
E.
Teknik
Pengumpulan Data
Penulis
melakukan beberapa hal dalam pengumpulan data, penulis meringkas buku buku yang
telah penulis baca dan meringkas hasil wawancara serta mengcopy dari internet.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A.
Seni Tari
Seni pada mulanya adalah proses dari manusia, dan oleh
karena itu merupakan sinonim dari ilmu. Dewasa ini, seni bisa dilihat dalam
intisari ekspresi dari kreativitas manusia. Seni juga dapat diartikan dengan
sesuatu yang diciptakan manusia yang mengandung unsur keindahan.
Tari adalah gerak tubuh secara berirama yang dilakukan di
tempat dan waktu tertentu untuk keperluan pergaulan, mengungkapkan perasaan,
maksud, dan pikiran.
Seni tari adalah salah satu bagian dari seni berupa gerakan
berirama sebagai ungkapan jiwa manusia.
B.
TARI BEDHOYO KETAWANG
Tari Bedhaya Ketawang
merupakan tarian kebesaran dan tarian yang di sakralkan di Keraton Jawa. Tarian
ini hanya dipentaskan satu tahun sekali, yaitu pada saat perayaan hari
penobatan raja atau “Tingalan Dalem Jumenengan”. Seperti halnya tarian
Bedhaya lainnya, tarian ini bersifat magis-religius, dalam pementasannya tarian
ini dipentaskan oleh 7 sampai 9 penari. Awalnya tarian ini hanya dimainkan oleh
7 orang penari saja, namun dalam perkembangannya, karena tarian ini dianggap
sebagai tarian khusus dan amat sakral, sehingga akhirnya dimainkan oleh 9 orang
penari.
Sebelum menarikan tarian
ini, kesembilan penari harus melakukan ritual puasa tertentu, mensucikan diri
lahir batin, dan tidak sedang dalam keadaan datang bulan. Sehingga seringkali
penari penari cadangan dipersiapkan untuk menggantikan jika saat tiba hari
pementasan ada salah satu penari yang berhalangan sehingga tidak memenuhi
syarat untuk mementaskan tarian ini. Lebih dari itu, para penari harus
dalam keadaan perawan.
Selain itu, Keraton juga
harus melakukan ritual tertentu. Yaitu larungan atau labuhan (persembahan
korban) berupa sesaji ke 4 titik mata angin, yaitu : di bagian arah utara untuk
Gunung Merapi dengan penguasa Kanjeng Ratu Sekar. Di bagian arah selatan untuk
Segoro Kidul (Laut Selatan) dengan penguasa Ratu Kidul. Di bagian barat, untuk
Tawang Sari dengan penguasa Sang Hyang Pramori (Durga di hutan Krendowahono).
Dan terakhir, di bagian timur untuk Tawang Mangu dengan penguasa Argodalem
Tirtomoyo, dan Gunung Lawu dengan penguasa Kyai Sunan Lawu.
Versi pertama, menurut
Sinuhun Paku Buwono X, Bedhaya Ketawang menggambarkan lambang cinta birahi
Kanjeng Ratu Kidul pada Panembahan Senopati (raja pertama Kerajaan Mataram)
segala gerak melambangkan bujuk rayu dan cumbu birahi, walaupun dapat dielakkan
Sinuhun, Kanjeng Ratu Kidul tetap memohon agar Sinuhun ikut bersamanya menetap
di dasar samodera dan bersinggasana di Sakadhomas Bale Kencana ( Singgasana
yang dititipkan oleh Prabu Rama Wijaya di dasar lautan) dan terjadilah
Perjanjian/Sumpah Sakral antara Kanjeng Ratu Kidul dan Raja Pertama tanah Jawa,
yang tidak dapat dilanggar oleh Raja-Raja Jawa yang Turun Temurun atau
Raja-Raja Penerus.
Namun Sinuhun tidak mau menuruti
kehendak Kangjeng Ratu Kidul, karena masih ingin mencapai “sangkan
paran”.Selanjutnya begitu beliau mau memperistri Kangjeng Ratu Kidul,
konsewensinya secara turun temurun. keturunannya yang bertahta
di pulau Jawa akan terikat janji dengan Kangjeng Ratu Kidul pada saat peresmian
kenaikan tahtanya.
Kangjeng
Ratu Kidul sendirilah yang diminta datang di daratan untuk mengajarkan tarian
Bedhaya Ketawang pada penari-penari kesayangan Sinuhun. Dan ini kemudian memang
terlaksana. Pelajaran tarian ini diberikan setiap hari Anggarakasih, dan untuk
keperluan ini Kangjeng Ratu Kidul diperkirakan akan hadir.
Tetapi menurut R.T. Warsadiningrat
(abdidalem niyaga Kraton Solo), sebenarnya Kangjeng Ratu Kidul hanya
menambahkan dua orang penari lagi, sehingga sembilan orang, kemudian
penari tersebut dipersembahkan kepada Raja Mataram.Menurutnya penciptanya awal
justru adalah Bathara Guru, pada tahun 167 M. Semula disusunlah satu rombongan,
terdiri dari tujuh bidadari, untuk menarikan tarian yang disebut “Lenggotbawa”.
Saat tarian dipentaskan tidak dibenarkan adanya makanan atau
rokok, karena hal ini dianggap akan mengganggu ke khidmat-an dari tarian ini.
Maka, selama kurang lebih 2 jam hadirin
harus khusuk, tidak berbicara, tidak makan, tidak minum, dan hanya menikmati
setiap gerakan dari tarian.
Saat pementasan,
dipercaya sang pencipta tarian ini juga turut hadir. Namun tidak semua orang
dapat melihatnya, hanya mereka yang memiliki kepekaan tertentu saja yang merasakannya.
Begitu pula saat para penari berlatih, sang pencipta tarian ini dipercaya ikut
membenarkan gerakan – gerakan para penari, namun tentunya tidak kasat mata,
hanya penari yang memiliki kepekaan pula lah yang dapat merasakannya.
Untuk
itu dilaksanakan ritual caos dhahar, yang merupakan manifestasi suatu kebaktian
dan usaha untuk berkomunikasi dengan roh halus atau dunia gaib. Caos dhahar
dilaksanakan 5 kali, yaitu pertama menghadap ke selatan ditujukan kepada
Kanjeng Ratu Kidul, lalu menghadap ke utara untuk Bathari Durga, menghadap ke
barat untuk Kanjeng Ratu Sekar Kedhaton, dan terakhir kembali menghadap ke
selatan untuk berpamitan kepada Kanjeng Ratu Kidul. Ritual tersebut dilakukan
dengan harapan Kanjeng Ratu Kidul akan berkenan hadir dan turut terlibat baik
dalam latihan maupun pagelaran yang akan dilaksanakan.
Raja-raja Dinasti Mataram Islam terutama
Panembahan Senopati dan Sultan Agung sering dihubungkan dengan Kanjeng Ratu
Kidul, baik dalam bentuk cerita lisan maupun babad. Hal tersebut tidak lepas
dari upaya legitimasi kekuasaan para raja tersebut. Dengan menghubungkan diri
dengan tokoh mistik yang sangat dihormati, maka seorang raja akan memperoleh
legitimasi yang kuat dan meminimalkan kemungkinan adanya pemberontakan. Oleh
karena itu, ketika Perjanjian Giyanti membagi Kerajaan Mataram menjadi
Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta, Kraton Surakarta meminta tari
Bedhaya Ketawang sebagaipertunjukan sakral istana. Sedangkan kraton Yogyakarta,
mencipta bedhaya Semang.
Tari Bedhoyo Ketawang
dipertunjukkan oleh sembilan wanita yang menggambarkan kesempurnaan
manusia,yang harus menjaga sembilan lubang. Semua penarinya memakai pakaian
batik Dodot Ageng dengan motif Bangun tulak alas-alasan yang menjadikan
penarinya terasa anggun dan memakai perhiasan kepala yang juga tak kalah
indahnya. Mengenai komposisi dari sembilan penari ini sendiri memiliki makna
filosofis dan mengandung cerita tertentu yang sangat simbolik dan tidak
menggunakan dialog. Gerak-geraknya sangat halus dan lembut. Komposisi 9
mempunyai nama sendiri-sendiri yaitu Batak, Jangga, Dada, Buncit, Apit Ngajeng,
Apit Wingking, Endel pojok, Endel Weton Ngajeng, endel Weton Wingking.
1.
Apit
mburi: melambangkan lengan kiri
2.
Apit
ngarep: melambangkan lengan kanan
3.
Apit
meneng: melambangkan kaki kiri
4.
Batak:
mewujudkan jiwa dan pikiran
5.
Buncit:
mewujudkan organ seks
6.
Dadha:
melambangkan dada
7.
Endhel
ajeg: mewujudkan nafsu atau keinginan hati
8.
Endhel
weton: melambangkan kaki kanan
9.
Jangga
(gulu): melambangkan leher
Keseluruhan penari yang berjumlah 9 orang dipercaya
merupakan angka sakral yang melambangkan 9 arah mata angin. Hal ini sesuai
dengan kepercayaan masyarakat Jawa pada peradaban Klasik, dimana terdapat 9
dewa yang menguasai sembilan arah mata angin yang disebut juga sebagai
Nawasanga, yang terdiri dari: Wisnu (Utara), Sambu (Timur Laut), Iswara
(Timur), Mahesora (Tenggara), Brahma (Selatan), Rudra (Barat Daya), Mahadewa
(Barat), Sengkara (Barat Laut), dan Siwa (Tengah). Upaya mengejawantahkan 9
dewa penguasa arah mata angin dalam wujud 9 orang penari tersebut merupakan
suatu simbol bahwa pada hakekatnya tari Bedhaya Ketawang bertujuan untuk
menjaga keseimbangan alam yaitu keseimbangan antara mikrokosmos (jagat kecil)
dan makrokosmos (jagat besar). Suatu konsep kosmologi yang telah mendarah
daging pada masyarakat Jawa sejak berabad-abad silam. Sebagai tarian yang
sangat sacral, maka para penari Bedhaya Ketawang haruslah seorang gadis yang
suci dan tidak sedang haid. Apabila sang penari sedang memperoleh haid, ia tetap
diperbolehkan menari dengan meminta izin terlebih dahulu kepada Kanjeng Ratu
Kidul. Untuk itu, harus dilakukan caos dhahar di Panggung Sanggabuwana, suatu
bangunan yang digunakan sebagai tempat pertemuan Sunan dengan Kanjeng Ratu
Kidul. Selain suci lahiriah yang dimaknai dengan sedang tidak haid-nya seorang
penari Bedhaya Ketawang, ia juga dituntut untuk suci secara batiniah.
Hal ini dapat dicapai dengan menjalani puasa selama beberapa
hari menjelang pagelaran. Dengan menjalani lelaku tersebut diharapkan para
penari tersebut dapat membawakan tarian Bedhaya Ketawang dengan sebaik-baiknya.
Hal ini dikarenakan ada suatu beban tersendiri pada para penari. Dipercaya
bahwa dalam suatu pagelaran Bedhaya Ketawang, Kanjeng Ratu Kidul akan hadir
bahkan ikut menari dan apabila ada penari yang kurang baik dalam menari maka ia
akan dibawa Kanjeng Ratu Kidul ke Laut Selatan. Kepercayaan ini memberikan
suatu motivasi tersendiri bagi para penari, bahwa mereka harus membawakan
Bedhaya Ketawang dengan sesempurna mungkin supaya tidak dibawa ke Laut Selatan.
Sebagai penyempurna tampilan para penari, maka beberapa hari menjelang
pagelaran, para penari harus mempersiapkan diri antara lain dengan meratus
rambut serta kain, melulur tubuh, maupun perawatan tubuh lainnya supaya aura
mereka dapat terpancar sempurna sehingga memperkuat aura kesakralan dari tari
itu sendiri. sementara itu busana dan tata rias yang dikenakan penari dalam
pagelaran tari Bedhaya Ketawang adalah layaknya pengantin putri Kraton
Surakarta. Hal tersebut dikarenakan tari Bedhaya Ketawang merupakan
reaktualisasi pernikahan Panembahan Senopati dan Kanjeng Ratu Kidul, sehingga
busana yang dikenakan haruslah busana pengantin, yang lazim disebut sebagai
Basahan. Busana tersebut meliputi kain dodot, samparan, serta sondher.
Kata bangun tulak
berasal dari kata bango dan tulak. Bango merupakan nama sejenis burung yang
dipercaya memiliki umur yang sangat panjang. Sementara itu tulak berarti
mencegah bala atau kejahatan. Versi lain kain alas-alasan adalah gadhung mlathi
yang memiliki lapisan bawah berwarna hijau sesuai dengan makna gadhung dan
lapisan tengah berwarna putih sebagaimana warna bunga melati. Kain tersebut
dikenakan sebagai bentuk penghormatan pada Kanjeng Ratu Kidul, karena dipercaya
beliau sangat menyukai warna hijau. Selain itu hijau merupakan simbol
kemakmuran, ketentraman, dan rasa ketenangan. Lembaran kain dodot tersebut
dihiasi dengan motif alas-alasan, yang berarti rimba raya. Penamaan ini
berkaitan dengan elemen-elemen yang membentuk motif tersebut, yaitu
penggambaran seisi belantara yang meliputi aneka jenis hewan dan tumbuhan, yaitu:
a. Ragam
hias garuda
Dalam batik motif semen, motif garuda merupakan motif yang
paling tinggi kedudukannya di antara motif lain. Garuda dipercaya sebagai
burung dewa, kendaraan Wisnu, dan sekaligus sebagai simbol matahari. Dalam
konsep dewa raja, raja diposisikan sebagai titisan Wisnu (dewa pemelihara),
sehingga kendaraannya disejajarkan dengan kendaraan Wisnu. Simbol garuda dapat
meninggikan kedudukan raja yang berkuasa.
b. Ragam
hias kura-kura
Kura-kura dipercaya sebagai lambang dunia bawah atau lambang
bumi. Dalam agama Hindu, kura-kura merupakan penjelmaan Wisnu yang diharapkan
akan dapat menjalankan tugasnya menjaga bumi bila bersatu dengan istrinya yaitu
Dewi Sri atau Dewi Kesuburan.
c. Ragam
hias ular
Ular dianggap sebagai simbol perempuan dan merupakan bagian
dari konsep kesuburan, hujan, samudera, dan bulan. Sementara itu naga sebagai
ular dewa merupakan lambang air dan bumi. Watak tersebut dilambangkan sebagai
Dewi Sri. Dalam pengertian simbol, naga melambangkan dunia bawah, air,
perempuan, bumi, dan yoni.
d. Ragam
hias burung
Burung merupakan lambang dunia atas yang menggambarkan
elemen hidup dari udara (angin) dan melambangkan watak luhur. Kadangkala burung
menjadi lambang nenek moyang yang telah meninggal atau dipakai sebagai
kendaraan roh menuju Tuhannya. Penggunaan ragam hias burung melambangkan bahwa
manusia pada akhirnya akan kembali ke asalnya, yaitu kepada Sang Pencipta.
e. Ragam
hias Meru
Motif meru merupakan simbol gunung. Menurut paham Indonesia
kuno, gunung melambangkan unsur bumi atau tanah. Pada kebudayaan Jawa Hindu,
puncak gunung yang tinggi merupakan tempat bersemayam para dewa. Sementara itu
pada pola batik, ragam hias meru menyimbolkan tanah atau bumi yang
menggambarkan proses hidup tumbuh di atas tanah.
f. Ragam
hias Pohon Hayat
Melambangkan kesatuan dan ke-Esaan. Bahwa Tuhan yang
menciptakan alam semesta.
g. Ragam
hias Ayam Jantan
Di Indonesia dipandang sebagai symbol keberanian dan
tanggung jawab.
h. Ragam
hias kijang
Kijang adalah lambang kelincahan dan kebijaksanaan yang
menyimbolkan kelincahan dalam berfikir dan mengambil tindakan serta keputusan.
i. Ragam
hias gajah
Merupakan lambang kendaraan raja yang melambangkan kedudukan
luhur, mengandung arti sesuatu yang paling tinggi, paling besar, dan paling
baik agar menjadi manusia sempurna.
j. Ragam
hias burung bangau
Burung bangau dipercaya memiliki umur yang sangat panjang
bahkan dapat mencapai ratusan tahun. Ia dianggap sebagai lambang penolakan
keadaan yang tidak baik, sehingga diharapkan dapat menghindari atau menjauhi
bahaya apapun, supaya pada akhirnya dapat meraih keselamatan dan berumur
panjang.
k. Ragam
hias harimau
Melambangkan keindahan yang disertai wibawa dan tangguh
dalam menghadapi lawan.
l. Ragam
hias motif kawung
Motif ini tersusun atas bentuk elips, yang dapat
diinterpretasikan sebagai gambar bunga lotus (teratai) dengan 4 lembar daun
bunganya yang sedang mekar. Bunga ini melambangkan umur panjang dan kesucian.
Dewa juga dilambangkan dengan bunga teratai. Berdasarkan hal tersebut, maka
motif kawung menyimbolkan kedudukan raja sebagai pusat kekuasaan mikrokosmos
sejajar dengan dewa sebagai pusat kekuasaan makrokosmos.
Pada hakikatnya penggunaan kain dodot dengan motif
alas-alasan tersebut memiliki harapan yang baik sekaligus sebagai penolak bala.
Hal ini sesuai dengan ornamen-ornamen yang digambarkan pada lembaran kain
tersebut.
Namun sebelum dodot dipakai, terlebih dahulu dikenakan
samparan, yaitu kain panjang yang dikenakan sebagai pakaian dalam bagian bawah.
Kain tersebut berukuran 2,5 kacu atau 2,5 kali lebar kain yang dikenakan dengan
cara melilitkan kain dari kiri ke kanan. Sisa kain yang biasanya digunakan
sebagai wiron diurai ke bawah, di antara kedua kaki mengarah ke belakang
sehingga membentuk semacam ekor yang disebut seredan. Pemakaian kain jenis ini
disebut samparan. Dalam suatu pagelaran, kain yang digunakan sebagai samparan
adalah cindhe dengan motif Cakaran berwarna merah.
Selanjutnya dikenakan sondher, yaitu kain panjang menyerupai
selendang yang dikenakan untuk menari. Kain tersebut biasanya memiliki panjang
3 meter dan lebar 50 cm, yang disebut sampur atau udhet. Dalam suatu pagelaran,
sondher yang dikenakan bermotif cindhe sekar warna merah, ujungnya berhias gombyok
atau rumbai warna emas.
Dari uraian tersebut kita mengetahui bahwa para penari
Bedhaya Ketawang mengenakan beberapa helai kain yang dalam teknik pemakaiannya
tidak memakai proses jahit dan hanya dililitkan, diselipkan diantara
lapisan-lapisan kain lainnya. Oleh karena itu, busana tersebut rentan untuk
rusak tatanannya selama menari, baik karena terinjak atau karena sebab lain.
Untuk mengantisipasi kemungkinan tersebut, maka selama menari terdapat dua
orang abdi dalem yang bertugas mendampingi untuk membenahi busana para penari
apabila busana tersebut rusak ketika sedang menari. Ada suatu keunikan disini,
karena selama membetulkan busana tersebut, para penari tetap menari dan abdi
dalem lah yang menyesuaikan dengan gerakan penari supaya sang penari tetap konsentrasi
menari dengan baik karena sedang membawakan tari pusaka.
Untuk mendukung tata busana penari Bedhaya Ketawang, maka
wajah para penari tersebut juga dirias selayaknya pengantin. Untuk itu pada
bagian dahi dilukiskan beberapa bentuk, yaitu:
1.
Gajahan,
bentuk seperti setengah bulatan telur bebek, letak di tengah-tengah dahi
± 3 cm di atas kedua pangkal alis dengan lebar pada pangkal dahi ± 4 cm.
apabila ditarik garis lurus pada ujungnya secara vertical tepat pada ujung
hidung. Merupakan lambang kendaraan raja yang menyimbolkan kedudukan luhur,
sesuatu yang paling tinggi, paling besar, dan paling baik agar menjadi manusia
sempurna.
2.
Pengapit,
berbentuk ngudup kanthil yaitu seperti kuncup bunga kanthil. Bentuk ini
terletak pada dahi, mengapit di kanan kiri bentuk gajahan. Kedua ujung pengapit
jika ditarik dengan garis lurus akan bertemu di suatu titik antara kedua
pangkal alis. Titik yang merupakan pusat dari semua unsur bentuk paes dan
disebut cihna. Lebar pengapit pada pangkal dahi ± 2 cm. Merupakan pendamping
kiri-kanan, yang menyimbolkan bahwa meskipun sudah menjadi manusia sempurna
harus selalu waspada terhadap sifat buruk pendamping kiri. Pendamping kanan
sebagai pemomong akan selalu setia mengingatkan melalui suara hati agar tetap
kuat dan teguh imannya.
3.
Penitis
berbentuk seperti setengah bulatan telur ayam pada bagian ujung. Bentuk ini
mempunyai ukuran lebih kecil dari pada gajahan. Ada dua penitis seperti halnya
pengapit, bentuk ini terletak pada bagian luar dari pengapit kanan dan pengapit
kiri. Ujung penitis menghadap ke ujung alis. Merupakan symbol kearifan dan
harapan agar mempunyai tujuan yang tepat.
4.
Godheg
berbentuk seperti kudhup atau kuncup bunga turi dengan ukuran mirip dengan
pengapit. Bentuk ini berada di dekat telinga kanan dan kiri. Pembuatan godheg
dimulai dari atas telinga turun melengkung sampai di depan telinga.
Melambangkan bahwa manusia harus mengetahui asal usul dari mana ia datang dan
ke mana harus pergi. Manusia diharapkan dapat kembali ke asal dengan sempurna.
5.
Alis
penari berbentuk menyerupai tanduk kijang bercabang satu atau disebut menjangan
ranggah. Melambangkan bahwa agar dapat mengatasi segala serangan buruk dari
beberapa arah harus selalu waspada dan bijaksana atau “tanggap ing sasmita”.
Bentuk-bentuk tersebut dioles dengan lotha yaitu ramuan berwarna hijau yang
dibuat dari campuran malam kote, minyak jarak, dan daun dhandhang gula. Pada
jaman dahulu ramuan tersebut dibuat dari daun yang berbau wangi, disebut daun
dhandhang gendhis, sehingga rias wajah penari tersebut disebut paes dhandhang
gendhis. Sebagaimana pengantin, maka rambut para penari Bedhaya
Ketawang juga disanggul, yang disebut sebagai sanggul bokor mengkurep. Disebut
demikian karena bentuknya yang menyerupai bokor yang tengkurap. Sanggul ini
ditutup dengan rajutan melati dan dihias dengan bunga tiba dhadha yang
dibuat dari roncean melati berbentuk bulat panjang sampai tengah paha.
Keanggunan dan keagungan tata busana dan rias tersebut ditunjang dengan
pemakaian seperangkat perhiasan yang biasa dikenakan pengantin, yang disebut
raja keputren, meliputi cundhuk jungkat, centhung, subang, 9 buah cundhuk
mentul, garuda mungkur, kalung, kelat bahu, slepe, serta cincin. Keseluruhan
tata busana dan rias pengantin yang dikenakan oleh para penari Bedhaya Ketawang
tersebut seolah mereaktualisasikan
perjanjian antara Panembahan Senopati dengan Kanjeng Ratu Kidul. Bahwasanya
Kanjeng Ratu Kidul akan senantiasa menjaga dan melindungi Kerajaan Mataram,
salah satunya dengan ia akan selalu memperbaharui pernikahannya dengan raja – raja
Mataram. Oleh karena itu Sunan biasanya akan mengangkat salah satu penari
Bedhaya Ketawang sebagai selirnya. Hal ini dilakukan untuk mereaktualisasikan
pernikahannya dengan Kanjeng Ratu Kidul yang dipercaya selalu hadir setiap tari
ini dibawakan. Kanjeng Ratu Kidul dipercaya akan masuk ke tubuh salah satu
penari, yang kemudian diangkat sebagai selir oleh raja. Oleh karena itu para
penarinya haruslah memenuhi syarat-syarat sebagaimana dijelaskan sebelumnya.
Bedhaya Ketawang dapat diklasifikasikan
pada tarian yang mengandung unsur dan makna serta sifat yang erat
hubungannya dengan,
Penyajian
Tari Bedoyo Ketawang:
1)
Adat Upacara (seremoni)
2)
Sakral;
3)
Religius;
4)
tarian Percintaan atau tari Perkawinan.
1.
Adat Upacara
Bedhaya Ketawang jelas bukan suatu
tarian yang untuk tontonan semata-mata, karena hanya ditarikan untuk sesuatu
yang khusus dan dalam suasana yang resmi sekali. Seluruh suasana menjadi sangat
khudus, sebab tarian ini hanya dipergelarkan berhubungan berhubungan dengan
peringatan ulang tahun tahta kerajaan saja. Jadi tarian ini hanya sekali
setahun dipergelarkannya Selama tarian
berlangsung tiada hidangan keluar, juga tidakdibenarkan orang merokok. Makanan,
minuman atau pun rokok dianggap hanya akan mengurangi kekhidmatan jalannya
upacara adat yang suci ini.
2.
Sakral
Bedhaya Ketawang ini dipandang sebagai
suatu tarian ciptaan Ratunya seluruh mahluk halus. Bahkan di percaya
bahwa setiap kali Bedhaya Ketawang ditarikan, sang penciptanya selalu
hadir selalu hadir juga bahkan ikut menari. Tidak setiap orang dapat
melihatnya, hanya pada mereka yang peka indrawinya saja sang pencipta mampu
dilihat.Konon dalam latihan-latihan yang dilakukan, serig pula sang pencipta
ini terlihat membetul-betulkan kesalahan yang dibuat oleh para penari. Bila
mata orang awam tidak melihatnya, maka terkadang penari yang bersangkutan saja
yang merasakan kehadirannya. Ada dugaan, bahwa semula Bedhaya
ketawang itu adalah suatu tarian di candi-candi.
3.
Religius
Segi religius dapat diketahui dari
kata-kata yang dinyanyikan oleh
suarawatinya. Antara lain ada yang berbunyi : …tanu astra
kadya agni urube, kantar-kantar …yen mati ngendi surupe,
kyai?” (……kalau mati kemana tujuannya, kyai?).
4.
Tari
Percintaan atau Tarian Perkawinan
Tari Bedhaya Ketawang melambangkan
curahan cinta asmara Kangjeng Ratu kepada Sinuhun Sultan Agung. Semuanya itu
terlukis dalam gerak-gerik tangan serta seluruh bagian tubuh, cara memegang
sondher dan lain sebagainya. Namun demikian cetusan segala lambang tersebut
telah dibuat demikian halusnya, hingga mata awam kadang-kadang sukar akan dapat
memahaminya. Satu-satunya yang jelas dan memudahkan dugaan tentang adanya
hubungan dengan suatu perkawinan ialah, bahwa semua penarinya dirias sebagai
lazimnya temanten/mempelai yang akan dipertemukan. Tentang hal kata-kata yang
tercantum dalam nyanyian yang mengiringi tarian, menunjukkan gambaran curahan
asmara Kangjeng Ratu, merayu dan mencumbu. Bila ditelaah serta
dirasakan,pemirsa yang mengerti kata-katanya, dianggap akan
mudah membangkitkan rasa birahi. Aslinya pergelaran ini berlangsung selama 2
1/2 jam. Tetapi sejak jaman Sinuhun Paku Buwana X diadakan pengurangan, hingga
akhirnya menjadi hanya 1 1/2 jam saja.Bagi mereka yang secara langsung atau
tidak langsung terlibat dalam kegiatan yang khudus ini berlaku suatu kewajiban
khusus. Sehari sebelum tarian ditarikan para anggota kerabat Sinuhun menyucikan
diri, lahir dan batin. Peraturan ini di masa-masa dahulu masih ditaati benar.
Walaupun dirasa sangat memberatkan dan meyusahkan, namun berkat kesadaran dan
ketaatan serta pengabdian pada keagungan Bedhaya Ketawang yang khudus itu,
segala peraturan tersebut dilaksanakan juga dengan penuh rasa tulus dan ikhlas.
Yang penting ialah, bahwa bagi mereka ini Bedhaya Ketawang merupakan suatu
karya pusaka yang suci. Untuk inilah mereka semua mematuhi setiap peraturan
tatacara yang berlaku.
Mengapa Bedhaya Ketawang itu dipandang
demikian sucinya. Menurut tradisi, Bedhaya Ketawang dianggap sebagai
karya Kangjeng ratu Kidul Kencanasari,yang adalah Ratu mahluk halus
seluruh pulau Jawa. Istananya di dasar Samudera . Pusat daerahnya
adalah Mancingan, Parangtritis, di wilayah Yogyakarta.
Gamelan
Iringan
gamelannya awalnya hanya lima macam; berlaras pelog, pathet lima, dan terdiri
atas:
a.
gending - kemanak 2 (laras jangga
kecil /manis penunggul)
b.
kala - kendhang
c.
sangka - gong
d.
pamucuk - kethuk
e.
sauran
- kenong.
Jika
demikian, maka Bedhaya Ketawang itu sifatnya Siwaistis dan umur Bedhaya
Ketawang sudah tua sekali, lebih tua daripada Kangjeng Ratu Kidul.Bahkan
menurut G.P.H. Kusumadiningrat, pencipta “lenggotbawa” adalah Bathara Wisnu,
Tatkala duduk di Balekambang. Tujuh buah permata yang indah-indah telah
diciptanya dan diubah wujudnya menjadi tujuh bidadari yang cantik
jelita,yang kemudian menari-nari mengitari Bathara Wisnu dengan
arah memutar ke kanan . Melihat hal ini sang Bathara sangat senang hatinya.
Karena dewa dianggap tidak pantas menoleh ke kanan dan ke kiri, maka
diciptanyalah mata yang banyak sekali jumlahnya, letaknya tersebar di seluruh tubuhnya.
Gending
Gendhing
yang dipakai untuk mengiringi Beghaya Ketawang disebut juga Ketawang
Gedhe. Gendhing ini tidak dapat dijadikan gendhing untuk klenengan, karena
resminya memang bukan gendhing, melainkan termasuktembang
gerong Gamelan iringannya, sebagai telah diterangkan di depan, terdiri
dari lima macam jenis: kethuk, kenong, kendhang, gong dan
kemanak.
Dalam hal ini yang jelas sekali
terdengar ialah suara kemanaknya. Tarian yang diiringi dibagi menjadi tiga
adegan (babak). Anehnya, di tengah-tengah seluruh bagian tarian larasnya
berganti ke slendro sebentar (sampai dua kali), kemudian kembali lagi ke laras
pelog, hingga akhirnya. Pada bagian (babak) pertama diiringi sindhen Durma,
selanjutnya berganti ke Retnamulya. Pada saat mengiringi jalannya
penari keluar dan masuk lagi ke Dalem Ageng Prabasuyasa alat gamelannya
ditambah dengan rebab, gender gambang dan suling. Ini semuanya dilakukan untuk
menambah keselarasan suasana. Selama tarian dilakukan sama sekali tidak
digunakan keprak. Keluarnya penari dari Dalem Ageng Prabasuyasa menuju ke
Pendapa Ageng Sasanasewaka, dengan berjalan berurutan satu demi satu. Mereka
mengitari Sinuhun yang duduk di singgasana (dhampar).Demikian juga jalannya
kembali ke dalam. Yang berbeda dengan kelaziman tarian lain-lainnya, para
penari Bedhaya Ketawang selalu mengitari Sinuhun, sedang beliau duduk di
sebelah kanan mereka (meng-“kanan”kan). Pada tarian bedhaya atau serimpi biasa,
penari-penari keluar-masuk dari sebelah kanan Sinuhun, dan kembali melalui
jalan yang sama.
Nilai estetis yang terkandung pada tata
busana dan tata rias tari bedaya secara visual terkait dengan karakter yang
terdapat pada tari bedaya. Artinya penari bedaya yang edial semestinya dipilih
kecuali dengan prnilaian kualitas kepenariannya, dan masih diperlukan
persyaratan yang berkaitan dengan keserasian dan ketepatan seorang penari
mengenakan dodol ageng dan rias paes ageng. Hal ini penting
karena tidak semua penari yang baik dan sesuai penari bedaya bisa mengenakan
busana dodot ageng dan rias paes ageng,karena ada persyaratan
ketentuan fisik yang dapat memenuhi persyaratan keserasian dalam
berbusana dodot ageng dan rias paes ageng. Nilai estetis yang
terkandungdalam tata busana dan tata rias tari bedaya gaya Yogyakarta mempunyai
kaitan erat dengan makna yang terkandung dalam tari bedaya dengan segala unsur
yang terdapat di dalamnya. Sehingga apabila terjadi perubahan secara evolutif
pada tata busana dan rias tari bedaya maka berarti ada kaitannya dengan makna
yang terkandung pada tariannya.
Tata Rakit Tari bedhaya
Keterangan
X=Penari >=Arah
Hadap Penari
1.Endhel
Pajeg 2.Batak
3.Jangga
4.Darma
5.Buntil 6.Apit Ngajeg
7.Apit
Wingking 8.Endhel Wedalan Ngajeng
9.Endhel Wedalan
Wingking
a. Pola lantai rakit
lajur
Pola
lantai ini menyimbolkan wujud lahiriah manusia yang terbagi atas tiga bagian,
yaitu: bagian kepala(di lambangkan dengan endhel pajeg, batak dan jangga);
bagian badan(dhada dan buntil);bagian aggota badan(apit ngajeg, apit wingking,
dan endhel wedalan wingking(symbol kaki kananatau kiri)
b.Pola lantai
iring-iringan
Pola
lantai menyimbolkan proses hidup banitiah seseorang manusia. Adapun
pergolakan-pergolakan yang diciptakan oleh endhel pajeg dan batak merupakan
penggambaran ketidaksesuaian antara kehendak dan pikiran. Keluar dan masukknya endhel dan apit ke lajur
pada hakikatnya melambangkan suatu hendak kestabilan suasana batin manusia.
c. Pola lantai
ajeng-ajengan
Pola
lantai ini menyimbolkan siklus kehidupan yang dihadapkan pada dua pilihan
antara melakukan hal yang baik dan buruk. Dalam rakit ajeg-ajegan muncul nasfu
atau keinginan hati nurani, yakni pertentangan antara baik dan buruk. Pada manusia terkadang timbul sifat baikknya
dan terkadang pula timbul sifat jahatnya. Manusia pada dasarnya dipengaruhi
oleh kedua sifat tersebut, yang secara sadar maupun tidak, akan berada pada
sifat yang telah digariskan sebagai kodratnya.
d. Pola lantai lumebet
lanjur
Pola
lantai mlebet lajur memberikan gambaran bagi manusia akan kepatuhan yang telah
disepakati dalam aturan-aturan yang ada mengenai hal-hal yang baik atau
norma-norma yang ada pada lingkungan internal (keluarga) dan pada lingkungan
eksternal (Masyarakat dan Negara) .
e. Pola lantai
endhel-endhel apit medal
Endhel-endhel
apit medal saking lajur menyimbolkan bagaimana manusia ingin melepaskan diri
dari aturan yang telah disepakati bersama. Manusia selalu merasa tidak puas
dengan apa yang ada atau apa yang diperolehnya. Penggambaran ketikdaksesuaian
antara kehendak dan pikiran pada hakikatnya melambangkan ketidak stabilan
suasana batin manusia, sungguhpun akhirnya kembali menyatu dengan wujud manusia
sempurna dan mampu untuk mulih manalila dumadi.
f. Pola lantai VI rakit
tiga-tiga
Pola
lantai rakit tiga-tiga menimbulkan sirkulasi pikiran manusia yang diawali dari
keadaan yang tetap, kemudian goyah, dilanjutkan dengan pencapaian kesadaran,
dan berakhir dengan kemanunggalan. Itu
semua merupakan bagian dari paham filosofi yang ada pada masyarakat Jawa.
Dari
keenam rakit yang ada dalam komposisi tari bedhaya masing-masing memiliki tugas
dan kedudukan sesuai dengan fungsi simbol yang ada didalamnya. Hal ini berkaitan dengan pendapat White yang
menyatakan bahwa ada batasan simbol yang disampaikan dan keenam batasan simbol
salah satunya menyatakan bahwa perilaku manusia berasal dari pemakaian lambing
yang tercemin dalam komposisi bedhaya tentang perilaku manusia yang dimulai
sejak lahir, proses dan berakhir dengan kemanunggalan.
Simbol
9 Penari
Kanjeng Brongtodiningrat
telah memberikan tafsiran atas nilai sembilan dalam tari Bedhaya Ketawang. Akan
tetapi benarkah tari Bedhaya Ketawang dengan sembilan peran fungsionalnya itu
hanya sekedar melambangkan tubuh jasmani manusia dan sembilan lubangnya? Lalu
apa hubungannya dengan upacara penobatan raja? Serta mengapa dianggap sebagai
pusaka?
Jawaban akan pertanyaan-pertanyaan itu agaknya harus ditelusuri lebih jauh di dalam kebudayaan Jawa yang lebih tua, pada kebudayaan Jawa semasa pengaruh Hindu masih kentara.
Jawaban akan pertanyaan-pertanyaan itu agaknya harus ditelusuri lebih jauh di dalam kebudayaan Jawa yang lebih tua, pada kebudayaan Jawa semasa pengaruh Hindu masih kentara.
Di dalam pandangan agama
Hindu seluruh alam semesta ini terbagi menjadi sembilan arah mata angin yang
disebut nawa yonyatmaka. Hal ini disimbolkan dalam bentuk Cakra, yakni simbol
yang berbentuk lingkaran terbagi delapan dengan pusat lingkaran merupakan titik
(arah) yang kesembilan, yakni yang merupakan inti pusat cakra. Dalam hal ini
eksistensi nawa yonyatmaka sebenarnya terdiri atas sembilan jenis adhara atau
sembilan jenis sikap yang disebut nawadhara. Dari nawadhara inilah kemudian
lahir sembilan jenis sakti yang dikenal dengan istilah nawa natha atau sembilan
penari (Pudja, 1976: 52).
C.
Tari Saman
Di antara beraneka ragam tarian dari
pelosok Indonesia, tari saman termasuk dalam kategori seni tari yang sangat
menarik. Keunikan tari saman ini terletak pada kekompakan gerakannya yang
sangat menakjubkan. Para penari saman dapat bergerak serentak mengikuti irama
musik yang harmonis. Gerakan-gerakan teratur itu seolah digerakkan satu tubuh,
terus menari dengan kompak, mengikuti dendang lagu yang dinamis. Sungguh
menarik, bukan? Tak salah jika tari saman banyak memikat hati para penikmat
seni tari. Bukan hanya dari Indonesia, tapi juga dari mancanegara. Sekarang,
mari kita ulas lebih dalam lagi mengenai tarian unik ini.
Mengapa
tarian ini dinamakan tari Saman? Tarian ini di namakan Saman karena
diciptakan oleh seorang Ulama Gayo bernama Syekh Saman pada sekitar abad XIV
Masehi, dari dataran tinggi Gayo. Awalnya, tarian ini hanyalah berupa permainan
rakyat yang dinamakan Pok Ane. Namun, kemudian ditambahkan iringan syair-syair
yang berisi puji-pujian kepada Allah SWT, serta diiringi pula oleh kombinasi tepukan-tepukan
para penari. Saat itu, tari saman menjadi salah satu media dakwah.
Pada mulanya,
tari saman hanya ditampilkan untuk even-even tertentu, khususnya pada saat
merayakan Hari Ulang Tahun Nabi Besar Muhammad SAW atau disebut peringatan
Maulid Nabi Muhammad SAW. Biasanya, tari saman ditampilkan di bawah kolong
Meunasah (sejenis surau panggung). Namun seiring perkembangan zaman, tari Saman
pun ikut berkembang hingga penggunaannya menjadi semakin sering dilakukan.
Kini, tari saman dapat digolongkan sebagai tari hiburan/pertunjukan, karena
penampilan tari tidak terikat dengan waktu, peristiwa atau upacara tertentu.
Tari Saman dapat ditampilkan pada setiap kesempatan yang bersifat keramaian dan
kegembiraan, seperti pesta ulang tahun, pesta pernikahan, atau
perayaan-perayaan lainnya. Untuk tempatnya, tari Saman biasa dilakukan di
rumah, lapangan, dan ada juga yang menggunakan panggung.
Tari Saman biasanya ditampilkan dipandu oleh seorang pemimpin yang lazimnya disebut Syekh. Penari Saman dan Syekh harus bisa bekerja sama dengan baik agar tercipta gerakan yang kompak dan harmonis. Selain posisi duduk dan gerak badan, gerak tangan sangat dominan dalam tari saman. Karena dia berfungsi sebagai gerak sekaligus musik. Ada yang disebut cerkop yaitu kedua tangan berhimpit dan searah. Ada juga cilok, yaitu gerak ujung jari telunjuk seakan mengambil sesuatu benda ringan seperti garam. Dan tepok yang dilakukan dalam berbagai posisi (horizontal / bolak-balik / seperti baling-baling). Gerakan kepala seperti mengangguk dalam tempo lamban sampai cepat (anguk) dan kepala berputar seperti baling-baling (girek) juga merupakan ragam gerak saman. Kesenyawaan semua unsur inilah yang menambah keindahan dan keharmonisan dalam gerak tari saman.
Tari Saman biasanya ditampilkan dipandu oleh seorang pemimpin yang lazimnya disebut Syekh. Penari Saman dan Syekh harus bisa bekerja sama dengan baik agar tercipta gerakan yang kompak dan harmonis. Selain posisi duduk dan gerak badan, gerak tangan sangat dominan dalam tari saman. Karena dia berfungsi sebagai gerak sekaligus musik. Ada yang disebut cerkop yaitu kedua tangan berhimpit dan searah. Ada juga cilok, yaitu gerak ujung jari telunjuk seakan mengambil sesuatu benda ringan seperti garam. Dan tepok yang dilakukan dalam berbagai posisi (horizontal / bolak-balik / seperti baling-baling). Gerakan kepala seperti mengangguk dalam tempo lamban sampai cepat (anguk) dan kepala berputar seperti baling-baling (girek) juga merupakan ragam gerak saman. Kesenyawaan semua unsur inilah yang menambah keindahan dan keharmonisan dalam gerak tari saman.
Karena tari saman di
mainkan tanpa alat musik, maka sebagai pengiringnya di gunakan tangan dan
badan. Ada beberapa cara untuk mendapatkan bunyi-bunyian tersebut:
1.
Tepukan kedua belah
tangan. Ini biasanya bertempo sedang sampai
cepat
2.
Pukulan kedua telapak
tangan ke dada. Biasanya bertempo cepat
3.
Tepukan sebelah telapak
tangan ke dada. Umunya bertempo sedang
4.
Gesekan ibu jari dengan
jari tengah tangan (kertip). Umunya bertempo sedang.
Tari Saman dijadikan sebagai media dakwah. Sebelum Saman dimulai, tampil pemuka adat untuk mewakili masyarakat setempat. Pemuka adat memberikan nasehat-nasehat yang berguna kepada para pemain dan penonton. Syair-syair yang di antunkan dalam tari Saman juga berisi petuah-petuah dan dakwah.
Berikut contoh sepenggal syair dalam tari saman:
Reno tewa ni beras padi, manuk kedidi mulu menjadi rempulis bunge.
Artinya:
Betapa indahnya padi di sawah dihembus angin yang lemah gemulai. Namun begitu, burung kedidi yang lebih dulu sebagai calon pengantin serta membawa nama yang harum.
Namun dewasa ini, fungsi tarian saman menjadi bergeser. Tarian ini jadi lebih sering berfungsi sebagai media hiburan pada pesta-pesta, hajatan, dan acara-acara lain.
Dan nyanyian para penari
menambah kedinamisan dari tarian saman. Dimana cara menyanyikan lagu-lagu dalam
tari saman dibagi dalam 5 macam :
1.
Rengum, yaitu auman yang
diawali oleh pengangkat.
2.
Dering, yaitu regnum yang
segera diikuti oleh semua penari.
3.
Redet, yaitu lagu singkat
dengan suara pendek yang dinyanyikan oleh seorang penari pada bagian tengah
tari.
4.
Syek, yaitu lagu yang
dinyanyikan oleh seorang penari dengan suara panjang tinggi melengking,
biasanya sebagai tanda perubahan gerak
5.
Saur, yaitu lagu yang
diulang bersama oleh seluruh penari setelah dinyanyikan oleh penari solo.
Dalam setiap pertunjukan
semuanya itu di sinergikan sehingga mengahasilkan suatu gerak tarian yang
mengagumkan. Jadi kekuatan tari Saman tidak hanya terletak pada syairnya saja
namun gerak yang kompak menjadi nilai lebih dalam tarian. Ini boleh terwujud
dari kepatuhan para penarinya dalam memainkan perannya masing-masing. Itulah
sekelumit tentang fungsi formasi, jenis gerak, asal musik pengiring serta
nyanyian dalam pertunjukan tari Saman. Semoga bermanfaat bagi anda dalam
memahami tarian Saman.
Dalam penampilan yang
biasa saja (bukan pertandingan) dimana adanya keterbatasan waktu, Saman bisa
saja dimainkan oleh 10 - 12 penari, akan tetapi keutuhan Saman setidaknya
didukung 15 - 17 penari. Yang mempunyai fungsi sebagai berikut :
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
* Nomor 9 disebut Pengangkat
Pengangkat adalah tokoh
utama (sejenis syekh dalam seudati) titik sentral dalam Saman, yang menentukan
gerak tari, level tari, syair-syair yang dikumandangkan maupun syair-syair
sebagai balasan terhadap serangan lawan main (Saman Jalu / pertandingan)
* Nomor 8 dan 10 disebut Pengapit
Pengapit adalah tokoh pembantu pengangkat baik gerak tari
maupun nyanyian/ vokal
* Nomor 2-7 dan 11-16 disebut Penyepit
Penyepit adalah penari
biasa yang mendukung tari atau gerak tari yang diarahkan pengangkat. Selain
sebagai penari juga berperan menyepit (menghimpit). Sehingga kerapatan antara
penari terjaga, sehingga penari menyatu tanpa antara dalam posisi banjar/
bershaf (horizontal) untuk keutuhan dan keserempakan gerak.
* Nomor 1 dan 17 disebut Penupang
Penupang adalah penari
yang paling ujung kanan-kiri dari barisan penari yang duduk berbanjar. Penupang
selain berperan sebagai bagian dari pendukung tari juga berperan menupang /
menahan keutuhan posisi tari agar tetap rapat dan lurus. Sehingga penupang disebut
penamat kerpe jejerun (pemegang rumput jejerun). Seakan-akan bertahan
memperkokoh kedudukan dengan memgang rumput jejerun (jejerun sejenis rumput
yang akarnya kuat dan terhujam dalam, sukar di cabut.
a.
Gerakan
Tarian saman menggunakan dua unsur gerak
yang menjadi unsur dasar dalam tarian saman: Tepuk tangan dan tepuk dada.
Diduga, ketika menyebarkan agama Islam, syeikh saman mempelajari tarian melayu
kuno, kemudian menghadirkan kembali lewat gerak yang disertai dengan
syair-syair dakwah Islam demi memudahkan dakwahnya. Dalam konteks kekinian,
tarian ritual yang bersifat religius ini masih digunakan sebagai media untuk
menyampaikan pesan-pesan dakwah melalui pertunjukan-pertunjukan.
Tarian Saman termasuk salah satu tarian
yang cukup unik, karena hanya menampilkan gerak tepuk tangan dan
gerakan-gerakan lainnya, seperti gerak guncang, kirep, lingang, surang-saring
(semua gerak ini adalah bahasa Gayo). Selain itu, ada 2 baris orang yang
menyanyi sambil bertepuk tangan dan semua penari Tari Saman harus menari dengan
harmonis. Dalam Tari Saman biasanya, temponya makin lama akan makin cepat
supaya Tari Saman menarik.
b.
Penari
Pada
umumnya, tari Saman dimainkan oleh belasan atau puluhan laki-laki. tetapi
jumlahnya harus ganjil. Namun, dalam perkembangan selanjutnya, tarian ini juga
dimainkan oleh kaum perempuan. Pendapat Lain mengatakan tarian ini ditarikan
kurang dari 10 orang, dengan rincian 8 penari dan 2 orang sebagai pemberi
aba-aba sambil bernyanyi. Namun, perkembangan di era modern menghendaki bahwa
suatu tarian itu akan semakin semarak apabila ditarikan oleh penari dengan
jumlah yang lebih banyak. Di sinilah peran Syeikh, ia harus mengatur gerakan
dan menyanyikan syair-syair tari Saman.
Kostum
atau busana khusus saman terbagi dari tiga bagian yaitu:
1. Pada kepala: bulung teleng atau tengkuluk dasar kain hitam empat persegi. Dua segi disulam dengan benang seperti baju, sunting kepies.
1. Pada kepala: bulung teleng atau tengkuluk dasar kain hitam empat persegi. Dua segi disulam dengan benang seperti baju, sunting kepies.
2. Pada badan: baju pokok/ baju kerawang (baju dasar warna hitam, disulam benang putih, hijau dan merah, bahagian pinggang disulam dengan kedawek dan kekait, baju bertangan pendek) celana dan kain sarung.
3. Pada tangan: topeng gelang, sapu tangan.
Begitu pula halnya dalam penggunaan
warna, menurut tradisi mengandung nilai-nilai tertentu, karena melalui warna
menunjukkan identitas para pemakainya. Warna-warna tersebut mencerminkan
kekompakan, kebijaksanaan, keperkasaan, keberanian dan keharmonisan.
Sejalan kondisi Aceh
dalam peperangan maka syekh menambahkan syair-syair yang manambah semangat
juang rakyat Aceh. Tari ini terus berkembang sesuai kebutuhannya. Sampai
sekarang tari ini lebih sering di tampilkan dalam perayaan-perayaan keagamaan
dan kenegaraan. Tarian ini pada awalnya kurang mendapat perhatian karena
keterbatasan komunikasi dan informasi dari dunia luar. Tari ini mulai
mengguncang panggung saat penampilannya pada Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) II dan
peresmian pembukaan Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Gemuruh Saman di TMII
menggemparkan tidak hanya nusantara namun sampai ke manca negara.
Tari saman memang sangat menarik.
Pertunjukkan tari Saman tidak hanya populer di negeri kita sendiri, namun juga
populer di mancanegara seperti di Australia dan Eropa. Baru-baru ini tari saman
di pertunjukkan di Australia untuk memperingati bencana besar tsunami pada 26
Desember 2006 silam. Maka dari itu, kita harus bangga dengan kesenian yang kita
miliki, dan melestarikannya agar tidak punah.
D.
Tari Kecak
Para penari yang duduk melingkar tersebut mengenakan kain kotak-kotak
seperti papan catur melingkari pinggang mereka. Selain para penari itu, ada
pula para penari lain yang memerankan tokoh-tokoh Ramayana seperti Rama, Shinta, Rahwana, Hanoman, dan Sugriwa.
Lagu tari Kecak diambil dari ritual tarian sanghyang. Selain itu, tidak
digunakan alat musik. Hanya digunakan kincringan yang dikenakan pada kaki
penari yang memerankan tokoh-tokoh Ramayana.
Tari kecak dicptakan oleh
Wayan Limbak dan Walter Spies seorang pelukis dari Jerman sekitar tahun 1930.
Sebenarnya tari Kecak berasal dari ritual sanghyang, yaitu tradisi tarian yang
penarinya akan berada pada kondisi tidak sadar, melakukan komunikasi dengan
Tuhan atau roh para leluhur dan kemudian menyampaikan harapan-harapannya kepada
masyarakat. Tidak sulit untuk mengambil definisi atau kenapa disebut tari
Kecak. Ketika penari laki-laki menarikan tarian tersebut, terdengar kata cak …cak …cak …ke dari
sanalah kata Kecak diambil. Tarian kecak ini tidak seperti tarian lainnya dari
Bali, tari kecap tidak menggunakan alat bantu musik apapun, justru alunan
tercipta dari teriakan “cak…cak…cak” yang membentuk alunan musik murni dan
kincringn yang diikatkan di kaki para penari.
a.
Perkembangan Tari Kecak
Di Bali
Tari kecak di Bali
mengalami terus mengalami perubahan dan perkembangan sejak tahun 1970-an.
Perkembangan yang bisa dilihat adalah dari segi cerita dan pementasan. Dari
segi cerita untuk pementasan tidak hanya berpatokan pada satu bagian dari
Ramayana tapi juga bagian bagian cerita yang lain dari Ramayana.
Kemudian dari segi
pementasan juga mulai mengalami perkembangan tidak hanya ditemui di satu tempat
seperti Desa Bona, Gianyar namun juga desa desa yang lain di Bali mulai
mengembangkan tari kecak sehingga di seluruh Bali terdapat puluhan group kecak
dimana anggotanya biasanya para anggota banjar. Kegiatan kegiatan seperti
festival tari Kecak juga sering dilaksanakan di Bali baik oleh pemerintah atau
pun oleh sekolah seni yang ada di Bali. Serta dari jumlah penari terbanyak yang
pernah dipentaskan dalam tari kecak tercatat pada tahun 1979 dimana melibatkan
500 orang penari. Pada saat itu dipentaskan kecak dengan mengambil cerita dari
Mahabarata.Namun rekor ini dipecahkan oleh Pemerintah Kabupaten Tabanan yang
menyelenggarakan kecak kolosal dengan 5000 penari pada tanggal 29 September
2006, di Tanah Lot, Tabanan, Bali.
b.
Pola Tari Kecak
Sebagai suatu pertunjukan
tari kecak didukung oleh beberapa factor yang sangat penting, Lebih lebih dalam
pertunjukan kecak ini menyajikan tarian sebagai pengantar cerita, tentu musik
sangat vital untuk mengiringi lenggak lenggok penari. Namun dalam dalam Tari
Kecak musik dihasilkan dari perpaduan suara angota cak yang berjumlah sekitar
50 – 70 orang semuanya akan membuat musik secara akapela, seorang akan
bertindak sebagai pemimpin yang memberika nada awal seorang lagi bertindak
sebagai penekan yang bertugas memberikan tekanan nada tinggi atau rendah
seorang bertindak sebagai penembang solo, dan sorang lagi akan bertindak
sebagai ki dalang yang mengantarkan alur cerita. Penari dalam tari kecak dalam
gerakannya tidak mestinya mengikuti pakem-pakem tari yang diiringi oleh
gamelan. Jadi dalam tari kecak ini gerak tubuh penari lebih santai karena yang
diutamakan adalah jalan cerita dan perpaduan suara.
Tari Kecak biasanya
disebut sebagai tari "Cak" atau tari api (Fire Dance) merupakan tari
pertunjukan masal atau hiburan dan cendrung sebagai sendratari yaitu seni drama
dan tari karena seluruhnya menggambarkan seni peran dari "Lakon
Pewayangan" seperti Rama Sita dan tidak secara khusus digunakan dalam
ritual agama hindu seperti pemujaan, odalan dan upacara lainnya. Bentuk -
bentuk "Sakral" dalam tari kecak ini biasanya ditunjukan dalam hal
kerauhan atau masolah yaitu kekebalan secara gaib sehingga tidak terbakar oleh
api.
c.
Keunikan.
Tidak seperti tari bali
lainnya menggunakan gamelan sebagai musik pengiring tetapi dalam pementasan
tari kecak ini hanya memadukan seni dari suara - suara mulut atau
teriakan - teriakan seperti "cak cak ke" sehingga tari ini disebut
tari kecak. Tarian Kecak ini bisa ditemukan di beberapa tempat di Bali, tapi
yang di Uluwatu adalah yang paling menarik untuk ditonton karena atraksinya
bersamaan dengan sunset atau matahari tenggelam.
Menurut Wikipedia, kecak diciptakan pada tahun 1930-an oleh Wayan Limbak yang
bekerja sama dengan pelukis Jerman Walter Spies berdasarkan tradisi Sanghyang
dan bagian-bagian kisah Ramayana. Wayan Limbak memopulerkan tari ini saat
berkeliling dunia bersama rombongan penari Bali-nya.
1.
Pengertian
koreografi kelompok
Koreografi adalah pengetahuan
penyusunan tari atau mengkomposisikan bagian-bagian gerak dan disain komposisi
yang saling berhubungan antara elemen komposisi tari, keindahan dalam gerak dan
teknik konstruksi menjadi satu kesatuan yang utuh. Tari koreografi kelompok ini
juga disebut drama taro karena selain diuraikan banyak orang juga membawakan
suatu cerita lengkap atau sebagian. Dalam rangka penyajian, koreografi
dipresentasikan dalam bentuk seni pertunjukan. Secara harafiah, koreografi
terdiri dari dua suku kata yakni Choreo berarti menata dan Grafien berarti
gambar. Makna yang utuh bahwa koreografi merupakan proses kerja kreatif yang
pada khususnya dalam rangka menyusun atau menata tarian. Sehubungan banyak
referensi yang dapat digunakan sebagai pijakan dalam menyusun atau menata tari,
penulis dalam hal ini menguatkan bahwa prosedur koreografi secara filosofis
dapat dilakukan secara tunggal dan kelompok sesuai yang sering kali ditetapkan
untuk suatu koreografi. Berkenaan dengan koreografi kelompok, proses
mempertimbangkan syarat-syarat pokok harus ditetapkan.
Pengertian dari koreografi kelompok
adalah komposisi yang ditarikan lebih dari satu penari atau bukan tarian
tunggal ( solo dance ), sehingga dapat diartikan duet ( dua penari ), trio (
tiga penari ), kuartet ( empat penari ), dan seterusnya.
2.
Koreografi
kelompok terhadap tari kecak
a)
Koreografi pada tari kecak yaitu bebas bergerak liar
tanpa batasan langgam. areal pertunjukkan pun berubah seperti palagan dengan
bola api berterbangan. Perang obor dan
api tak tertinggal, penari kecak tua dan muda berkeliaran ke sana kemari
menyuguhkan formasi yang sepintas tampak kacau meski sebetulnya ini adalah
wujud ekspresif kecak dengan koreografi bebas.
b)
Konsep Koreografi Kelompok
Dalam
koreografi kelompok pada tari kecak terdapat konsep yang mempengaruhi
koreografi seperti : Komposisi kelompok besar dengan jumlah penari gasal maupun
genap dapat dibagi menjadi kelompok – kelompok kecil, sehingga masing – masing
menjadi pusat perhatian. Tetapi dapat pula menyatu secara harmonis menjadi satu
pusat perhatian saja ( focus on one point ).
c)
Ruang Lingkup Koreografi Kelompok tari kecak
·
Struktur Keruangan
Ø Desain
lantai yaitu garis – garis di lantai yang dilalui oleh seorang penari atau
garis – garis di lantai yang dibuat oleh formasi penari kelompok. Secara garis
besar ada dua pola garis dasar pada lantai.
Desai lantai
yang dipakai pada tari kecak yaitu desan lantai pada garis lengkung yaitu
penari melengkung ke depan, ke belakang, ke samping dan serong. Dengan
melingkar terdapat tiga baris penari kecak yang dapat memberikan kesan lembut
tetapi juga lemah yang berciri sebagai tari gembira yang terdapat ditari kecak
Bali.
Ø Pada penari
segerombolan penari kecak menggunakan desan vertikal yaitu desain yang
menggunakan anggota badan pokok yaitu tungkai dan lengan menjulur ke atas atau
ke bawah dan desain lengkung yaitu desain dari badan dan anggota-anggota badan
lainnya yang menggunakan garis-garis lengkung. Desain in menarik dan memberi
kesan halus dan lembut.
Ø Penari yang
berperan sebagai Rama, Sita dan Kijang Mas
Desain Dalam, desain dalam adalah desain yang apabila dilihat dari arah penonton, badan penari tampak memiliki perspektif yang dalam. Beberapa anggota badan seperti kaki dan lengan diarahkan ke belakang, ke depan, ke samping, dan menyudut.
Desain Dalam, desain dalam adalah desain yang apabila dilihat dari arah penonton, badan penari tampak memiliki perspektif yang dalam. Beberapa anggota badan seperti kaki dan lengan diarahkan ke belakang, ke depan, ke samping, dan menyudut.
Desain
bersudut adalah desain yang banyak menggunakan tekukan-tekukan tajam pada
sendi-sendi seperti lutut, pergelangan tangan, kaki, dan siku.
Desain
Spiral adalah desain yang menggunakan lebih dari satu garis lingkaran yang searah
pada anggota badan
Desain
Asimetris adalah desain yang dibuat dengan menempatkan garis-garis anggota badan
yang kiri berlainan dengan yang kanan.
·
Aspek – aspek ruang
Dalam memahami aspek – aspek ruang
tari khususnya dalam komposisi atau koreografi kelompok dalam tari kecak
dipakai struktur ruang bentuk prosenium, dengan penonton berbentuk setengah
lingkaran atau huruf U.
B.
Macam-macam motif Tari Kecak
Adegan 1
Rama Sita dan Laksamana sedang berada dalam hutan tiba tiba muncul seekor kijang emas (penjelmaan dari pembantu Raja Rahwana yang ditugaskan untuk memancing agar Rama meninggalkan Sita sendirian) mendekati mereka kemudian menjauh seakan ingin mengajak mereka bermain melihat kijang yang lucu tersebut Sita minta ke pada raja Rama untuk menangkapnya. Sebelum Rama pergi meninggalkan Sita, Rama minta adiknya Laksamana menjaga Sita, kemudian Rama meninggalkan Sita dan laksamana untuk mengejar kijang emas yang berlari menjauh. Tak selang beberapa lap kemudian terdengar suara kesakitan yang mirip suara Rama serta minta tolong. Mendengar itu Sita merasa cemas kemudian minta Laksamana untuk menyusul Rama, Laksamana tidak percaya kalau suara itu adalah suara Rama karena dia tahu Rama tidak mungkin dapat dilukai oleh sekor kijang. Namun Sita tidak mau mengerti dia malah marah pada Laksamana dan menuduh Laksamana sengaja membiarkan Rama mati sehingga dia bisa mengawini Sita kelak. Karena terus didesak oleh Sita akhirnya Laksmana mau pergi menyusul Rama. Sebelum meninggalkan Sita sendirian Laksamana membuat lingakaran dan minta Sita untuk tetap berada dalam lingkaran. Setelah Laksamana pergi kemudian muncul sorang pendeta yang sebenarnya adalah penjelmaan Rahwana. Pendeta ini minta air kepada Sita. Karena merasa iba Sita memberikan air kepada pendeta tersebut dengan menjulurkan tangannya keluar lingkaran. Seketika itu juga pendeta tua itu berubah menjadi Rahwana. Kemudian membawa Sita pergi.
Rama Sita dan Laksamana sedang berada dalam hutan tiba tiba muncul seekor kijang emas (penjelmaan dari pembantu Raja Rahwana yang ditugaskan untuk memancing agar Rama meninggalkan Sita sendirian) mendekati mereka kemudian menjauh seakan ingin mengajak mereka bermain melihat kijang yang lucu tersebut Sita minta ke pada raja Rama untuk menangkapnya. Sebelum Rama pergi meninggalkan Sita, Rama minta adiknya Laksamana menjaga Sita, kemudian Rama meninggalkan Sita dan laksamana untuk mengejar kijang emas yang berlari menjauh. Tak selang beberapa lap kemudian terdengar suara kesakitan yang mirip suara Rama serta minta tolong. Mendengar itu Sita merasa cemas kemudian minta Laksamana untuk menyusul Rama, Laksamana tidak percaya kalau suara itu adalah suara Rama karena dia tahu Rama tidak mungkin dapat dilukai oleh sekor kijang. Namun Sita tidak mau mengerti dia malah marah pada Laksamana dan menuduh Laksamana sengaja membiarkan Rama mati sehingga dia bisa mengawini Sita kelak. Karena terus didesak oleh Sita akhirnya Laksmana mau pergi menyusul Rama. Sebelum meninggalkan Sita sendirian Laksamana membuat lingakaran dan minta Sita untuk tetap berada dalam lingkaran. Setelah Laksamana pergi kemudian muncul sorang pendeta yang sebenarnya adalah penjelmaan Rahwana. Pendeta ini minta air kepada Sita. Karena merasa iba Sita memberikan air kepada pendeta tersebut dengan menjulurkan tangannya keluar lingkaran. Seketika itu juga pendeta tua itu berubah menjadi Rahwana. Kemudian membawa Sita pergi.
Adegan 2
Dikisahkan Sita telah berada di Kerajaan Alengka ditemani oleh Trijata – kemenakan dari Rahwana yang ditugaskan untuk menjaga Sita. Sita terlihat sedih menangisi nasib yang menimpanya sambil terus berharap Rama datang untuk menyelamatkannya. Kemudian muncul Kera Putih – Hanoman. Pada awalnya Sita mengira Hanoman ini juga merupakan penjelmaan Rahwana, namun setelah Sang Hanoman menjelaskan bahwa dirinya adalah utusan dari Raja Rama, serta menyerahkan cincin sebagai bukti. Kemudian Sita memberikan bunga kepada Hanoman untuk diserahkan kepada raja Rama. Sebelum meninggalkan kerajaan Alengka Hanoman membakar taman dan beberapa tempat di kerajaan Alengka sebagai pesan pada Rahwana bahwa Rama akan datang untuk menyelamatkan Sita.
Adegan 3
Peperangan dimulai, Rama dengan pelayannya bernama Tualen serta tentara keranya tiba di Alengka untuk menyerang dan menghancurkan kerajaan Rahwana. Pada awal pertempuran putra Rahwana yang bernama Megananda serta pelayannya Delem berhasil mengalahkan Mengikat Rama dengan kekuatan sihirnya sehingga Rama serta anak buahnya tidak bisa bergerak dan menjadi lemas. Kemudian Rama berdoa memohon kepada para Dewata untu k menyelamatkannya, kemudian munculah seekor burung garuda membantu Rama melepaskan diri dari sihir Megananda.
Adegan 4
Kemudian Rama beserta tentaranya kembali pulih seperti sedia kala lalu Rama memerintahkan Raja Kera Sugria untuk melawan Megananda, Pada scene ini para penari cak akan membentuk 2 kelompok satu kelompok menjadi tentara Megananda, satu kelompok yang lain menjadi tentara Sugriwa. Dalam pertempuran ini Sugriwa berhasil mengalahkan Megananda. Kemudian para penari cak kembali menjadi satu kelompok.
Adegan 5
Diceritakan bahwa Rahwana telah dapat dikalahkan dan Rama berkumpul kembali dengan istrinya Sita. Pertemuan mereka ini disaksikan oleh Laksamana, Sugriwa dan Hanoman.
Selain kisah Ramayana, ada beberapa judul dan tema kecak yang sering dipentaskan seperti:
- Kecak Subali dan Sugriwa, diciptakan pada tahun 1976.
- Kecak Dewa Ruci, diciptakan pada tahun 1982.
Keduanya merupakan hasil karya dari Bapak I Wayan Dibia.
E.
DESKRIPSI WAWANCARA
Dari hasil
wawancara penulis melakukan prose Tanya jawab dengan bapak Hasto di Keraton
Kasunanan Surakarta dan penulis mengetahui beberapa hal seperti:
1. Asal-usul
Tari Bedoyo, yaitu berawal dari masa lalu sebelum Mataram, ada pengaruh budaya Hindu.
Pada abad ke-7 dipimpin oleh Ratu Sima. Ratu Sima membuat tarian yang tariannya
mirip dengan tarian suku. Dari abad ke abad yaitu abad ke-7 sampai dengan abad
ke-16 ketika masa kepemimpinan Sultan Agung, Sultan Agung menciptakan tari yang
disebut Tari Bedoyo. Tari Bedoyo diciptakan menggambarkan pertemuan Panembahan
Senopati dengan Ratu Selatan yang berpusat di Kota Gedhe (Mataram). Tari Bedoyo
Ketawang, Ketawang artinya keatas yaitu sebagai manusia kita harus selalu ingat
kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena semua ini terjadi karena Tuhan. Ketawang
juga bisa berarti kasih sayang. Tari Bedoyo Ketawang merupakan tari kesuburan,
yaknni kesuburan terhadap semua hal. Tari Bedoyo ini oleh Sultan Agung
dijadikan sebagai tari kenegaraan.
2. Iringan
Tari Bedoyo yaitu Gendhing Kemanak, menggambarkan irama detak jantung.
3. Durasi
penyajian Tari Bedoyo yaitu 2 jam dari pathetan→bertata→selesai.
4. Jumlah
penari Tari Bedoyo yaitu maksimal 9 orang. 9 orang ini menggambarkan
kesempurnaan manusia. Manusia harus menjaga 9 lubang yang ada pada dirinya.
5. Busana
Tari Bedoyo sampai terakhir ini yaitu basahan (dodot gendhong) dengan motif
alas-alasan berwarna hijau atau ungu. Ada gambar hewan-hewan.
6. Rias
Tari Bedoyo yaitu paes (lengkung pada jidat), sanggulnya yaitu bentuk burung
menghadap ke belakang. Sunduk pada sanggul berupa hewan-hewan insect dan gajah.
Gajah menggambarkan dewa ilmu.
7. Syarat
menjadi penarinya yaitu harus masih gadis.
8. Pantangan
menjadi penari Tari Bedoyo yaitu menjaga kesucian dirinya supaya tidak mencemari
tariannya.
9. Ritual
sebelum menarikan Tari Bedoyo yaitu komunikasi terhadap leluhur untuk
memohonkan maaf.
10. Waktu
penyajian yaitu ketika ulang tahun kenaikan tahta raja.
11. Manfaat
yang didapat dari penari maupun penonton Tari Bedoyo yaitu, mengingat kalau
apapun ada yang mencipta dan memimpin, supaya bisa lebih dekat dengan sang
pencipta.
12. Pertama
kali Tari Bedoyo ditarikan adalah di Kota Gedhe (Mataram).
13. Tarian
khusus putrid yaitu Tari Bedoyo Ageng dan Tari Bedoyo Alit.
14. Arti-arti
dari gerakan Tari Bedoyo yang paling baku adalan kiblat 4, 5 panjer(segala
arah) yang menguasai Allah.
15. Mulai
sekarang Tari Bedoyo ditarikan di pendhopo kerajaan.
BAB
V
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari hasil wawancara yang dilakukan
penulis melalui berbagai pertanyaan tentang Tari Bedoyo dan hasil pencarian di
internet tentang Tari Bedoyo, Tari Saman, dan Tari Kecak, maka penulis
menyimpulkan bahwa banyak tari-tarian di Negara kita yang mempunyai arti yang
berbeda-beda. Yakni,
1. Tari
Bedoyo, yaitu tari yang menghubungkan antara manusia dengan sang pencipta.
2. Tari
Saman, yaitu tari yang syair-syairnya memuja pada Nabi Muhammad SAW
3. Tari
Kecak, yaitu tari yang penarinya tidak sadar kan diri, melakukan komunikasi dengan Tuhan atau roh para leluhur dan
kemudian menyampaikan harapan-harapannya kepada masyarakat
B.
SARAN
Berdasarkan hasil kesimpulan
diatas, penulis member saran kepada pembaca sebagai berikut :
1. Sebagai
rakyat Indonesia sekaligus generasi penerus bangsa, kita harus menjaga dan
melestarikan budaya-budaya di Indonesia. Contohnya adalah tari.
2. Menghargai
karya-karya tari yang diciptakan oleh nenek moyang kita dengan cara menarikan
tarian tersebut dan mempelajarinya.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
KGPH
PUGER – Pangeran Kraton Kasunanan Surakarta
9.
http://aloysiusindratmo.blogspot.com/2010/03/bedaya-ketawang-dan-latar-belakang.html (22februari2014)
11. http://killthemal.blogspot.com/2014/05/isi-kti-seni-budaya.html (9 Mei 2014)