Popular Post

Archive for 2014

Hyperdimension Neptunia Animation Full Episode Sub Indo

By : Unknown
Sinopsis:
Ini adalah Gamindusti. Makhluk yang disebut para Dewi memerintah negara-negara di dunia yang tidak nyata ini. Empat Dewi memerintah 4 negara: Planeptune, Lastation, Lowee, dan Leanbox. Selama bertahun-tahun, keempat negara saling bertarung demi Shares, sumber kekuatan Dewi. Namun, ketakutan akan konflik tanpa akhir yang dapat meruntuhkan kekuatan negara-negara mereka, para Dewi menandatangani Perjanjian Perdamaian yang melarang mereka mengambil Share dengan paksa. Di bawah janji tersebut, para Dewi dan pada adik mereka melangkah ke jenjang baru hubungan mereka. Ini adalah permulaan baru, zaman yang dinamis ditandai dengan sesekali tawa bersama, perselisihan kerja sama juga. Masa depan apa yang menunggu Gamindustri?

Production: Lupa -_-
Genres: Action, Comedy, Fantasy,Parody, Sci-Fi, Supernatural
Rating : 7.22
Duration: 23+Minute-Episode

Download Hyperdimension Neptunia 1-12 (Complete) Sub Indo

Choujigen Game Neptune: The Animation Episode 1 Subtitle Indonesia
Download ShareBeast 
Download SolidFiles
Choujigen Game Neptune: The Animation Episode 2 Subtitle Indonesia
Download HugeFiles
Download  EmbedUpload
Choujigen Game Neptune: The Animation Episode 3 Subtitle Indonesia
Download ShareBeast  
Download SolidFiles
Choujigen Game Neptune: The Animation Episode 4 Subtitle Indonesia
Download ShareBeast
Download SolidFiles
Choujigen Game Neptune: The Animation Episode 5 Subtitle Indonesia
Download SolidFiles
Download TusFiles
Choujigen Game Neptune: The Animation Episode 6 Subtitle Indonesia
Download ShareBeast
Download SolidFiles
Choujigen Game Neptune: The Animation Episode 7 Subtitle Indonesia
Download TusFiles
Download SolidFiles
Choujigen Game Neptune: The Animation Episode 8 Subtitle Indonesia
Download TusFiles
Download SolidFiles
Choujigen Game Neptune: The Animation Episode 9 Subtitle Indonesia
Download ShareBeast 
Download SolidFiles 
Choujigen Game Neptune: The Animation Episode 10 Subtitle Indonesia
Download ShareBeast 
Download SolidFiles
Choujigen Game Neptune: The Animation Episode 11 Subtitle Indonesia
Download ShareBeast 
Download SolidFiles
Choujigen Game Neptune: The Animation Episode 12 Subtitle Indonesia
Download ShareBeast 
Download SolidFiles

Date A Live Season 2 episode 7

By : Unknown
Episode berlanjut \ *0* / Tohka dibawa oleh anggota dari DEM dan Sidho yang dibantu oleh Kurumi apakah bisa menyelamatkan Tohka dari DEM tetap saksikan para MASTAH

Versi HD : [aisfile]

Untuk lebih lengkapnya bisa kunjungi blog ini

Isi KTI Seni Budaya

By : Unknown

Link Download : [Killthemall]
Password : killthemal





BAB I
PENDAHULUAN

A.                Latar Belakang

Indonesia memiliki kebudayaan yang bersih dan patut untuk dicontoh. Salah satu contoh kebudayaan di Indonesia adalah tari-tarian di berbagai daerah yaitu tari bedoyo,tari saman,tari kecak dan lain-lain. Seni tari di Indonesia bukanlah untuk kesenangan semata, tetapi juga mempunyai nilai edukasi. Tari-tarian di Indonesia juga mempunyai berbagai arti dan fungsi.

Dalam hal ini kita tahu, tak jarang yang mengklaim miliknya seperti tari pendet yang berasal dari bali. Dalam  pulau bali banyak tariannya semisal tari kecak yang di dalamnya berisi jahat dan baiknya watak . Bila dalam NAD (Nanggroe Aceh Darussalam) ada tari saman merupakan salah satu media untuk pencapaian pesan . Di solo dan di D.I Y ada tari bedhaya Ketawang tari ritual . Oleh karena itu penulis ingin membahas lebih lanjut tari kelompok nusantara tari bedhaya ketawang , tari kecak ,tari saman

B.                 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam karya tulis ini adalah :
1.                  Bagaimana sejarah dari ketiga tari budaya tersebut?
2.                  Apa fungsi dari ketiga tari budaya tersebut?
3.                  Apa arti dari ketiga tari budaya tersebut?

C.                Tujuan
Adapun tujuan dari karya tulis ini adalah :
1.                  Menjelaskan tentang sejarah dari ketiga tari budaya tersebut.
2.                  Mengajak pembaca untuk lebih cinta terhadap kebudayaan tari di Indonesia.



D.                Metode Penulisan
            Untuk mendapatkan kejelasan yang komgkrit dalam karya ilmiah ini, maka penulis menyusun metode penelitian sebagai berikut :
Bab I                       : Pendahuluan terdiri dari Latar Belakang , Rumusan Masalah, Tujuan, Metode Penulisan dan Manfaat
Bab II                     : Metode penelitian
Bab III                    : Hasil wawancara
Bab IV                    : Penutup terdiri dari Kesimpulan dan Saran

E. Manfaat Penulisan
Manfaat di laksanakannya penelitian ini :
1. Untuk menambah wawasan penulis dan pembaca mengenai tari kelompok nusantara  tari bedaya ketawang , tari kecak tari saman.
2. Untuk menumbuh kebangkan rasa cinta kepada kebudayaan Indonesia.



BAB II
LANDASAN TEORI



A.               Tari Bedhaya Ketawang
Kota Solo memberikan banyak kebudayaan local yang mengasyikkan dan patut untuk dieksplorasi lebih lanjut. Salah satu intangible heritage kota Solo yang masih lestari hingga saat ini adalah Bedhaya Ketawang, tarian klasik dari Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
Bedhaya Ketawang  terdiri dari kata Bedhaya dan Ketawang. Bedhaya artinya penari wanita di Istana.Ketawang berasal dari kata ‘tawang’ yang berarti bintang di langit. Bedhaya berasal dari bahasa Sanskerta budh yang berarti pikiran atau budi. Dalam perkembangannya kemudian berubah menjadi bedhaya atau budaya. Penggunaan istilah tersebut dikarenakan tari bedhaya diciptakan melalui proses olah fikir dan olah rasa. Pendapat lain menyatakan bahwa bedhaya berarti penari kraton, sedangkan ketawang berarti langit atau angkasa. Jadi bedhaya ketawang berarti tarian langit yang menggambarkan gerak bintang-bintang, sehingga gerakan para penarinya sangat pelan. 
Tari Bedhaya Ketawang merupakan tarian kebesaran dan tarian yang di sakralkan di Keraton Jawa (Yogyakarta dan Solo). Tarian ini hanya dipentaskan satu tahun sekali, yaitu pada saat perayaan  hari penobatan raja atau “Tingalan Dalem Jumenengan”.







B.   Tari Saman
Tarian ini di namakan Saman karena diciptakan oleh seorang Ulama Gayo bernama Syekh Saman pada sekitar abad XIV Masehi, dari dataran tinggi Gayo. Awalnya, tarian ini hanyalah berupa permainan rakyat yang dinamakan Pok Ane. Namun, kemudian ditambahkan iringan syair-syair yang berisi puji-pujian kepada Allah SWT, serta diiringi pula oleh kombinasi tepukan-tepukan para penari. Saat itu, tari saman menjadi salah satu media dakwah.

Tarian saman diduga berasal dari tarian Melayu kuno karena tari saman menggunakan dua gerakan yang umum digunakan dalam tarian Melayu kuno: tepuk tangan dan tepuk dada. Menurut cerita, Syeikh Saman menyebarkan agama Islam sambil mempelajari tarian Melayu kuno. Supaya dakwahnya lebih mudah, Syeikh Saman menggunakan syair-syair dakwah dengan gerakan-gerakan tari. Sampai sekarang, tari saman yang sifatnya religius ini masih dipakai sebagai alat penyampaian pesan dakwah.
Dalam konteks kekinian,tarian ritual yang bersifat religius ini masih digunakan sebagai media untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah melalui pertunjukan-pertunjukan.Tarian saman termasuk salah satu tarian yang cukup unik,kerena hanya menampilkan gerak tepuk tangan gerakan-gerakan lainnya, seperti gerak guncang,kirep,lingang,surang-saring (semua gerak ini adalah bahasa Gayo).




C.               Tari Kecak
Kecak adalah pertunjukan seni khas Bali yang diciptakan pada tahun 1930-an dan dimainkan terutama oleh laki-laki. Tarian ini dipertunjukkan oleh banyak (puluhan atau lebih) penari laki-laki yang duduk berbaris melingkar dan dengan irama tertentu menyerukan "cak" dan mengangkat kedua lengan, menggambarkan kisah Ramayana saat barisan kera membantu  Rama melawan Rahwana. Namun demikian, Kecak berasal dari ritual sanghyang, yaitu tradisi tarian yang penarinya akan berada pada kondisi tidak sadar, melakukan komunikasi dengan Tuhan atau roh para leluhur dan kemudian menyampaikan harapan-harapannya kepada masyarakat.
Kemudian dari segi pementasan juga mulai mengalami perkembangan tidak hanya ditemui di satu tempat seperti Desa Bona, Gianyar namun juga desa desa yang lain di Bali mulai mengembangkan tari kecak sehingga di seluruh Bali terdapat puluhan group kecak dimana anggotanya biasanya para anggota banjar. Kegiatan kegiatan seperti festival tari Kecak juga sering dilaksanakan di Bali baik oleh pemerintah atau pun oleh sekolah seni yang ada di Bali. Serta dari jumlah penari terbanyak yang pernah dipentaskan dalam tari kecak tercatat pada tahun 1979 dimana melibatkan 500 orang penari. Pada saat itu dipentaskan kecak dengan mengambil cerita dari Mahabarata. Pola Tari Kecak Sebagai suatu pertunjukan tari kecak didukung oleh beberapa factor yang sangat penting, Lebih lebih dalam pertunjukan kecak ini menyajikan tarian sebagai pengantar cerita, tentu musik sangat vital untuk mengiringi lenggak lenggok penari. Namun dalam dalam Tari Kecak musik dihasilkan dari perpaduan suara anggota cak yang berjumlah sekitar 50 – 70 orang semuanya akan membuat musik secara akapela, seorang  akan  bertindak  sebagai  pemimpin yang memberikan nada awal seorang lagi bertindak sebagai penekan yang bertugas memberikan tekanan nada tinggi atau rendah seorang bertindak sebagai penembang solo, dan sorang lagi akan bertindak sebagai ki dalang yang mengantarkan alur cerita. Penari dalam tari kecak dalam gerakannya tidak mestinya mengikuti pakem-pakem tari yang diiringi oleh gamelan. Jadi dalam tari kecak ini gerak tubuh penari lebih santai karena yang diutamakan adalah jalan cerita dan perpaduan suara.



BAB III
METODOLOGI PENELITIAN


A.                Bentuk dan Strategi Wawancara
Penulis melakukan wawancara tersebut dengan menggunakan sumber buku tentang tari tradisional dan penulis mencari di internet

B.                 Setting Penelitian
Penulis mengadakan wawancara di keraton kasunanan Surakarta dan penulis memperoleh informasi melalui internet dan buku buku di perpustakaan.

                   Waktu penelitian  :
-          Hari / tanggal  :   Minggu, 12 Januari 2014
-          Waktu             :   08.30 WIB

C.                   Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini untuk mengetahui sejarah dari seni tari bedhaya ketawang, tari saman, tari kecak. Agar dapat menambah wawasan bagi pembaca

D.                Sumber Data
Sumber data didapat dari hasil pemikiran penulis serta wawancara mengenai tari bedaya dan sejarah dari tari tersebut.

E.                 Teknik Pengumpulan Data
Penulis melakukan beberapa hal dalam pengumpulan data, penulis meringkas buku buku yang telah penulis baca dan meringkas hasil wawancara serta mengcopy dari internet.



BAB IV
HASIL PENELITIAN

A.                Seni Tari
Seni pada mulanya adalah proses dari manusia, dan oleh karena itu merupakan sinonim dari ilmu. Dewasa ini, seni bisa dilihat dalam intisari ekspresi dari kreativitas manusia. Seni juga dapat diartikan dengan sesuatu yang diciptakan manusia yang mengandung unsur keindahan.
Tari adalah gerak tubuh secara berirama yang dilakukan di tempat dan waktu tertentu untuk keperluan pergaulan, mengungkapkan perasaan, maksud, dan pikiran.
Seni tari adalah salah satu bagian dari seni berupa gerakan berirama sebagai ungkapan jiwa manusia.

B.                 TARI BEDHOYO KETAWANG
Tari Bedhaya Ketawang merupakan tarian kebesaran dan tarian yang di sakralkan di Keraton Jawa. Tarian ini hanya dipentaskan satu tahun sekali, yaitu pada saat perayaan  hari penobatan raja atau “Tingalan Dalem Jumenengan”. Seperti halnya tarian Bedhaya lainnya, tarian ini bersifat magis-religius, dalam pementasannya tarian ini dipentaskan oleh 7 sampai 9 penari. Awalnya tarian ini hanya dimainkan oleh 7 orang penari saja, namun dalam perkembangannya, karena tarian ini dianggap sebagai tarian khusus dan amat sakral, sehingga akhirnya dimainkan oleh 9 orang penari.

Sebelum menarikan tarian ini, kesembilan penari harus melakukan ritual puasa tertentu, mensucikan diri lahir batin, dan tidak sedang dalam keadaan datang bulan. Sehingga seringkali penari penari cadangan dipersiapkan untuk menggantikan jika saat tiba hari pementasan ada salah satu penari yang berhalangan sehingga tidak memenuhi syarat untuk mementaskan tarian ini.  Lebih dari itu, para penari harus dalam keadaan perawan.

Selain itu, Keraton juga harus melakukan ritual tertentu. Yaitu larungan atau labuhan (persembahan korban) berupa sesaji ke 4 titik mata angin, yaitu : di bagian arah utara untuk Gunung Merapi dengan penguasa Kanjeng Ratu Sekar. Di bagian arah selatan untuk Segoro Kidul (Laut Selatan) dengan penguasa Ratu Kidul. Di bagian barat, untuk Tawang Sari dengan penguasa Sang Hyang Pramori (Durga di hutan Krendowahono). Dan terakhir, di bagian timur untuk Tawang Mangu dengan penguasa Argodalem Tirtomoyo, dan Gunung Lawu dengan penguasa Kyai Sunan Lawu.
Versi pertama, menurut Sinuhun Paku Buwono X, Bedhaya Ketawang menggambarkan lambang cinta birahi Kanjeng Ratu Kidul pada Panembahan Senopati (raja pertama Kerajaan Mataram) segala gerak melambangkan bujuk rayu dan cumbu birahi, walaupun dapat dielakkan Sinuhun, Kanjeng Ratu Kidul tetap memohon agar Sinuhun ikut bersamanya menetap di dasar samodera dan bersinggasana di Sakadhomas Bale Kencana ( Singgasana yang dititipkan oleh Prabu Rama Wijaya di dasar lautan) dan terjadilah Perjanjian/Sumpah Sakral antara Kanjeng Ratu Kidul dan Raja Pertama tanah Jawa, yang tidak dapat dilanggar oleh Raja-Raja Jawa yang Turun Temurun atau Raja-Raja Penerus.
Namun Sinuhun tidak mau menuruti kehendak Kangjeng Ratu Kidul, karena masih ingin mencapai “sangkan paran”.Selanjutnya  begitu beliau mau memperistri Kangjeng Ratu Kidul, konsewensinya  secara turun temurun.  keturunannya yang bertahta di pulau Jawa akan terikat janji dengan Kangjeng Ratu Kidul pada saat peresmian kenaikan tahtanya.
Kangjeng Ratu Kidul sendirilah yang diminta datang di daratan untuk mengajarkan tarian Bedhaya Ketawang pada penari-penari kesayangan Sinuhun. Dan ini kemudian memang terlaksana. Pelajaran tarian ini diberikan setiap hari Anggarakasih, dan untuk keperluan ini Kangjeng Ratu Kidul diperkirakan akan hadir.
Tetapi menurut R.T. Warsadiningrat (abdidalem niyaga Kraton Solo), sebenarnya Kangjeng Ratu Kidul hanya menambahkan dua orang penari lagi, sehingga sembilan orang, kemudian  penari tersebut dipersembahkan kepada Raja Mataram.Menurutnya penciptanya awal justru adalah Bathara Guru, pada tahun 167 M. Semula disusunlah satu rombongan, terdiri dari tujuh bidadari, untuk menarikan tarian yang disebut “Lenggotbawa”. Saat tarian dipentaskan tidak dibenarkan adanya makanan atau rokok, karena hal ini dianggap akan mengganggu ke khidmat-an dari tarian ini. Maka, selama kurang lebih 2  jam hadirin harus khusuk, tidak berbicara, tidak makan, tidak minum, dan hanya menikmati setiap gerakan dari tarian.
Saat pementasan, dipercaya sang pencipta tarian ini juga turut hadir. Namun tidak semua orang dapat melihatnya, hanya mereka yang memiliki kepekaan tertentu saja yang merasakannya. Begitu pula saat para penari berlatih, sang pencipta tarian ini dipercaya ikut membenarkan gerakan – gerakan para penari, namun tentunya tidak kasat mata, hanya penari yang memiliki kepekaan pula lah yang dapat merasakannya.
Untuk itu dilaksanakan ritual caos dhahar, yang merupakan manifestasi suatu kebaktian dan usaha untuk berkomunikasi dengan roh halus atau dunia gaib. Caos dhahar dilaksanakan 5 kali, yaitu pertama menghadap ke selatan ditujukan kepada Kanjeng Ratu Kidul, lalu menghadap ke utara untuk Bathari Durga, menghadap ke barat untuk Kanjeng Ratu Sekar Kedhaton, dan terakhir kembali menghadap ke selatan untuk berpamitan kepada Kanjeng Ratu Kidul. Ritual tersebut dilakukan dengan harapan Kanjeng Ratu Kidul akan berkenan hadir dan turut terlibat baik dalam latihan maupun pagelaran yang akan dilaksanakan.      
 Raja-raja Dinasti Mataram Islam terutama Panembahan Senopati dan Sultan Agung sering dihubungkan dengan Kanjeng Ratu Kidul, baik dalam bentuk cerita lisan maupun babad. Hal tersebut tidak lepas dari upaya legitimasi kekuasaan para raja tersebut. Dengan menghubungkan diri dengan tokoh mistik yang sangat dihormati, maka seorang raja akan memperoleh legitimasi yang kuat dan meminimalkan kemungkinan adanya pemberontakan. Oleh karena itu, ketika Perjanjian Giyanti membagi Kerajaan Mataram menjadi Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta, Kraton Surakarta meminta tari Bedhaya Ketawang sebagaipertunjukan sakral istana. Sedangkan kraton Yogyakarta, mencipta bedhaya Semang.
Tari Bedhoyo Ketawang dipertunjukkan oleh sembilan wanita yang menggambarkan kesempurnaan manusia,yang harus menjaga sembilan lubang. Semua penarinya memakai pakaian batik Dodot Ageng dengan motif Bangun tulak alas-alasan yang menjadikan penarinya terasa anggun dan memakai perhiasan kepala yang juga tak kalah indahnya. Mengenai komposisi dari sembilan penari ini sendiri memiliki makna filosofis dan mengandung cerita tertentu yang sangat simbolik dan tidak menggunakan dialog. Gerak-geraknya sangat halus dan lembut. Komposisi 9 mempunyai nama sendiri-sendiri yaitu Batak, Jangga, Dada, Buncit, Apit Ngajeng, Apit Wingking, Endel pojok, Endel Weton Ngajeng, endel Weton Wingking.
1.      Apit mburi: melambangkan lengan kiri 
2.      Apit ngarep: melambangkan lengan kanan
3.      Apit meneng: melambangkan kaki kiri
4.      Batak: mewujudkan jiwa dan pikiran
5.      Buncit: mewujudkan organ seks
6.      Dadha: melambangkan dada
7.      Endhel ajeg: mewujudkan nafsu atau keinginan hati
8.      Endhel weton: melambangkan kaki kanan
9.      Jangga (gulu): melambangkan leher

Keseluruhan penari yang berjumlah 9 orang dipercaya merupakan angka sakral yang melambangkan 9 arah mata angin. Hal ini sesuai dengan kepercayaan masyarakat Jawa pada peradaban Klasik, dimana terdapat 9 dewa yang menguasai sembilan arah mata angin yang disebut juga sebagai Nawasanga, yang terdiri dari: Wisnu (Utara), Sambu (Timur Laut), Iswara (Timur), Mahesora (Tenggara), Brahma (Selatan), Rudra (Barat Daya), Mahadewa (Barat), Sengkara (Barat Laut), dan Siwa (Tengah). Upaya mengejawantahkan 9 dewa penguasa arah mata angin dalam wujud 9 orang penari tersebut merupakan suatu simbol bahwa pada hakekatnya tari Bedhaya Ketawang bertujuan untuk menjaga keseimbangan alam yaitu keseimbangan antara mikrokosmos (jagat kecil) dan makrokosmos (jagat besar). Suatu konsep kosmologi yang telah mendarah daging pada masyarakat Jawa sejak berabad-abad silam. Sebagai tarian yang sangat sacral, maka para penari Bedhaya Ketawang haruslah seorang gadis yang suci dan tidak sedang haid. Apabila sang penari sedang memperoleh haid, ia tetap diperbolehkan menari dengan meminta izin terlebih dahulu kepada Kanjeng Ratu Kidul. Untuk itu, harus dilakukan caos dhahar di Panggung Sanggabuwana, suatu bangunan yang digunakan sebagai tempat pertemuan Sunan dengan Kanjeng Ratu Kidul. Selain suci lahiriah yang dimaknai dengan sedang tidak haid-nya seorang penari Bedhaya Ketawang, ia juga dituntut untuk suci secara batiniah.
Hal ini dapat dicapai dengan menjalani puasa selama beberapa hari menjelang pagelaran. Dengan menjalani lelaku tersebut diharapkan para penari tersebut dapat membawakan tarian Bedhaya Ketawang dengan sebaik-baiknya. Hal ini dikarenakan ada suatu beban tersendiri pada para penari. Dipercaya bahwa dalam suatu pagelaran Bedhaya Ketawang, Kanjeng Ratu Kidul akan hadir bahkan ikut menari dan apabila ada penari yang kurang baik dalam menari maka ia akan dibawa Kanjeng Ratu Kidul ke Laut Selatan. Kepercayaan ini memberikan suatu motivasi tersendiri bagi para penari, bahwa mereka harus membawakan Bedhaya Ketawang dengan sesempurna mungkin supaya tidak dibawa ke Laut Selatan. Sebagai penyempurna tampilan para penari, maka beberapa hari menjelang pagelaran, para penari harus mempersiapkan diri antara lain dengan meratus rambut serta kain, melulur tubuh, maupun perawatan tubuh lainnya supaya aura mereka dapat terpancar sempurna sehingga memperkuat aura kesakralan dari tari itu sendiri. sementara itu busana dan tata rias yang dikenakan penari dalam pagelaran tari Bedhaya Ketawang adalah layaknya pengantin putri Kraton Surakarta. Hal tersebut dikarenakan tari Bedhaya Ketawang merupakan reaktualisasi pernikahan Panembahan Senopati dan Kanjeng Ratu Kidul, sehingga busana yang dikenakan haruslah busana pengantin, yang lazim disebut sebagai Basahan. Busana tersebut meliputi kain dodot, samparan, serta sondher.
Kata bangun tulak berasal dari kata bango dan tulak. Bango merupakan nama sejenis burung yang dipercaya memiliki umur yang sangat panjang. Sementara itu tulak berarti mencegah bala atau kejahatan. Versi lain kain alas-alasan adalah gadhung mlathi yang memiliki lapisan bawah berwarna hijau sesuai dengan makna gadhung dan lapisan tengah berwarna putih sebagaimana warna bunga melati. Kain tersebut dikenakan sebagai bentuk penghormatan pada Kanjeng Ratu Kidul, karena dipercaya beliau sangat menyukai warna hijau. Selain itu hijau merupakan simbol kemakmuran, ketentraman, dan rasa ketenangan. Lembaran kain dodot tersebut dihiasi dengan motif alas-alasan, yang berarti rimba raya. Penamaan ini berkaitan dengan elemen-elemen yang membentuk motif tersebut, yaitu penggambaran seisi belantara yang meliputi aneka jenis hewan dan tumbuhan, yaitu:
a.     Ragam hias garuda
Dalam batik motif semen, motif garuda merupakan motif yang paling tinggi kedudukannya di antara motif lain. Garuda dipercaya sebagai burung dewa, kendaraan Wisnu, dan sekaligus sebagai simbol matahari. Dalam konsep dewa raja, raja diposisikan sebagai titisan Wisnu (dewa pemelihara), sehingga kendaraannya disejajarkan dengan kendaraan Wisnu. Simbol garuda dapat meninggikan kedudukan raja yang berkuasa.
b.     Ragam hias kura-kura
Kura-kura dipercaya sebagai lambang dunia bawah atau lambang bumi. Dalam agama Hindu, kura-kura merupakan penjelmaan Wisnu yang diharapkan akan dapat menjalankan tugasnya menjaga bumi bila bersatu dengan istrinya yaitu Dewi Sri atau Dewi Kesuburan.

c.      Ragam hias ular
Ular dianggap sebagai simbol perempuan dan merupakan bagian dari konsep kesuburan, hujan, samudera, dan bulan. Sementara itu naga sebagai ular dewa merupakan lambang air dan bumi. Watak tersebut dilambangkan sebagai Dewi Sri. Dalam pengertian simbol, naga melambangkan dunia bawah, air, perempuan, bumi, dan yoni.
d.     Ragam hias burung
Burung merupakan lambang dunia atas yang menggambarkan elemen hidup dari udara (angin) dan melambangkan watak luhur. Kadangkala burung menjadi lambang nenek moyang yang telah meninggal atau dipakai sebagai kendaraan roh menuju Tuhannya. Penggunaan ragam hias burung melambangkan bahwa manusia pada akhirnya akan kembali ke asalnya, yaitu kepada Sang Pencipta.
e.     Ragam hias Meru
Motif meru merupakan simbol gunung. Menurut paham Indonesia kuno, gunung melambangkan unsur bumi atau tanah. Pada kebudayaan Jawa Hindu, puncak gunung yang tinggi merupakan tempat bersemayam para dewa. Sementara itu pada pola batik, ragam hias meru menyimbolkan tanah atau bumi yang menggambarkan proses hidup tumbuh di atas tanah.
f.       Ragam hias Pohon Hayat
Melambangkan kesatuan dan ke-Esaan. Bahwa Tuhan yang menciptakan alam semesta.
g.     Ragam hias Ayam Jantan
Di Indonesia dipandang sebagai symbol keberanian dan tanggung jawab.
h.     Ragam hias kijang
Kijang adalah lambang kelincahan dan kebijaksanaan yang menyimbolkan kelincahan dalam berfikir dan mengambil tindakan serta keputusan.
i.       Ragam hias gajah
Merupakan lambang kendaraan raja yang melambangkan kedudukan luhur, mengandung arti sesuatu yang paling tinggi, paling besar, dan paling baik agar menjadi manusia sempurna.
j.       Ragam hias burung bangau
Burung bangau dipercaya memiliki umur yang sangat panjang bahkan dapat mencapai ratusan tahun. Ia dianggap sebagai lambang penolakan keadaan yang tidak baik, sehingga diharapkan dapat menghindari atau menjauhi bahaya apapun, supaya pada akhirnya dapat meraih keselamatan dan berumur panjang.
k.      Ragam hias harimau
Melambangkan keindahan yang disertai wibawa dan tangguh dalam menghadapi lawan.
l.       Ragam hias motif kawung
Motif ini tersusun atas bentuk elips, yang dapat diinterpretasikan sebagai gambar bunga lotus (teratai) dengan 4 lembar daun bunganya yang sedang mekar. Bunga ini melambangkan umur panjang dan kesucian. Dewa juga dilambangkan dengan bunga teratai. Berdasarkan hal tersebut, maka motif kawung menyimbolkan kedudukan raja sebagai pusat kekuasaan mikrokosmos sejajar dengan dewa sebagai pusat kekuasaan makrokosmos.
Pada hakikatnya penggunaan kain dodot dengan motif alas-alasan tersebut memiliki harapan yang baik sekaligus sebagai penolak bala. Hal ini sesuai dengan ornamen-ornamen yang digambarkan pada lembaran kain tersebut.
Namun sebelum dodot dipakai, terlebih dahulu dikenakan samparan, yaitu kain panjang yang dikenakan sebagai pakaian dalam bagian bawah. Kain tersebut berukuran 2,5 kacu atau 2,5 kali lebar kain yang dikenakan dengan cara melilitkan kain dari kiri ke kanan. Sisa kain yang biasanya digunakan sebagai wiron diurai ke bawah, di antara kedua kaki mengarah ke belakang sehingga membentuk semacam ekor yang disebut seredan. Pemakaian kain jenis ini disebut samparan. Dalam suatu pagelaran, kain yang digunakan sebagai samparan adalah cindhe dengan motif Cakaran berwarna merah.
Selanjutnya dikenakan sondher, yaitu kain panjang menyerupai selendang yang dikenakan untuk menari. Kain tersebut biasanya memiliki panjang 3 meter dan lebar 50 cm, yang disebut sampur atau udhet. Dalam suatu pagelaran, sondher yang dikenakan bermotif cindhe sekar warna merah, ujungnya berhias gombyok atau rumbai warna emas.
Dari uraian tersebut kita mengetahui bahwa para penari Bedhaya Ketawang mengenakan beberapa helai kain yang dalam teknik pemakaiannya tidak memakai proses jahit dan hanya dililitkan, diselipkan diantara lapisan-lapisan kain lainnya. Oleh karena itu, busana tersebut rentan untuk rusak tatanannya selama menari, baik karena terinjak atau karena sebab lain. Untuk mengantisipasi kemungkinan tersebut, maka selama menari terdapat dua orang abdi dalem yang bertugas mendampingi untuk membenahi busana para penari apabila busana tersebut rusak ketika sedang menari. Ada suatu keunikan disini, karena selama membetulkan busana tersebut, para penari tetap menari dan abdi dalem lah yang menyesuaikan dengan gerakan penari supaya sang penari tetap konsentrasi menari dengan baik karena sedang membawakan tari pusaka.
Untuk mendukung tata busana penari Bedhaya Ketawang, maka wajah para penari tersebut juga dirias selayaknya pengantin. Untuk itu pada bagian dahi dilukiskan beberapa bentuk, yaitu:
1.                         Gajahan, bentuk seperti setengah bulatan telur bebek, letak di tengah-tengah dahi  ± 3 cm di atas kedua pangkal alis dengan lebar pada pangkal dahi ± 4 cm. apabila ditarik garis lurus pada ujungnya secara vertical tepat pada ujung hidung. Merupakan lambang kendaraan raja yang menyimbolkan kedudukan luhur, sesuatu yang paling tinggi, paling besar, dan paling baik agar menjadi manusia sempurna.

2.                         Pengapit, berbentuk ngudup kanthil yaitu seperti kuncup bunga kanthil. Bentuk ini terletak pada dahi, mengapit di kanan kiri bentuk gajahan. Kedua ujung pengapit jika ditarik dengan garis lurus akan bertemu di suatu titik antara kedua pangkal alis. Titik yang merupakan pusat dari semua unsur bentuk paes dan disebut cihna. Lebar pengapit pada pangkal dahi ± 2 cm. Merupakan pendamping kiri-kanan, yang menyimbolkan bahwa meskipun sudah menjadi manusia sempurna harus selalu waspada terhadap sifat buruk pendamping kiri. Pendamping kanan sebagai pemomong akan selalu setia mengingatkan melalui suara hati agar tetap kuat dan teguh imannya.

3.                         Penitis berbentuk seperti setengah bulatan telur ayam pada bagian ujung. Bentuk ini mempunyai ukuran lebih kecil dari pada gajahan. Ada dua penitis seperti halnya pengapit, bentuk ini terletak pada bagian luar dari pengapit kanan dan pengapit kiri. Ujung penitis menghadap ke ujung alis. Merupakan symbol kearifan dan harapan agar mempunyai tujuan yang tepat.
4.                         Godheg berbentuk seperti kudhup atau kuncup bunga turi dengan ukuran mirip dengan pengapit. Bentuk ini berada di dekat telinga kanan dan kiri. Pembuatan godheg dimulai dari atas telinga turun melengkung sampai di depan telinga. Melambangkan bahwa manusia harus mengetahui asal usul dari mana ia datang dan ke mana harus pergi. Manusia diharapkan dapat kembali ke asal dengan sempurna.
5.                         Alis penari berbentuk menyerupai tanduk kijang bercabang satu atau disebut menjangan ranggah. Melambangkan bahwa agar dapat mengatasi segala serangan buruk dari beberapa arah harus selalu waspada dan bijaksana atau “tanggap ing sasmita”. Bentuk-bentuk tersebut dioles dengan lotha yaitu ramuan berwarna hijau yang dibuat dari campuran malam kote, minyak jarak, dan daun dhandhang gula. Pada jaman dahulu ramuan tersebut dibuat dari daun yang berbau wangi, disebut daun dhandhang gendhis, sehingga rias wajah penari tersebut disebut paes dhandhang gendhis.    Sebagaimana pengantin, maka rambut para penari Bedhaya Ketawang juga disanggul, yang disebut sebagai sanggul bokor mengkurep. Disebut demikian karena bentuknya yang menyerupai bokor yang tengkurap. Sanggul ini ditutup dengan rajutan melati dan dihias  dengan bunga tiba dhadha yang dibuat dari roncean melati berbentuk bulat panjang sampai tengah paha. Keanggunan dan keagungan tata busana dan rias tersebut ditunjang dengan pemakaian seperangkat perhiasan yang biasa dikenakan pengantin, yang disebut raja keputren, meliputi cundhuk jungkat, centhung, subang, 9 buah cundhuk mentul, garuda mungkur, kalung, kelat bahu, slepe, serta cincin. Keseluruhan tata busana dan rias pengantin yang dikenakan oleh para penari Bedhaya Ketawang tersebut seolah mereaktualisasikan perjanjian antara Panembahan Senopati dengan Kanjeng Ratu Kidul. Bahwasanya Kanjeng Ratu Kidul akan senantiasa menjaga dan melindungi Kerajaan Mataram, salah satunya dengan ia akan selalu memperbaharui pernikahannya dengan raja – raja Mataram. Oleh karena itu Sunan biasanya akan mengangkat salah satu penari Bedhaya Ketawang sebagai selirnya. Hal ini dilakukan untuk mereaktualisasikan pernikahannya dengan Kanjeng Ratu Kidul yang dipercaya selalu hadir setiap tari ini dibawakan. Kanjeng Ratu Kidul dipercaya akan masuk ke tubuh salah satu penari, yang kemudian diangkat sebagai selir oleh raja. Oleh karena itu para penarinya haruslah memenuhi syarat-syarat sebagaimana dijelaskan sebelumnya.
Bedhaya Ketawang dapat diklasifikasikan pada tarian yang mengandung unsur dan makna serta sifat yang erat hubungannya dengan,
Penyajian Tari Bedoyo Ketawang:
1)                        Adat Upacara (seremoni)
2)                        Sakral;
3)                        Religius;
4)                        tarian Percintaan atau tari Perkawinan.
1.                   Adat Upacara
Bedhaya Ketawang jelas bukan suatu tarian yang untuk tontonan semata-mata, karena hanya ditarikan untuk sesuatu yang khusus dan dalam suasana yang resmi sekali. Seluruh suasana menjadi sangat khudus, sebab tarian ini hanya dipergelarkan berhubungan berhubungan dengan peringatan ulang tahun tahta kerajaan saja. Jadi tarian ini hanya sekali setahun dipergelarkannya      Selama tarian berlangsung tiada hidangan keluar, juga tidakdibenarkan orang merokok. Makanan, minuman atau pun rokok dianggap hanya akan mengurangi kekhidmatan jalannya upacara adat yang suci ini.
2.      Sakral
Bedhaya Ketawang ini dipandang sebagai suatu tarian ciptaan Ratunya  seluruh mahluk halus. Bahkan di percaya bahwa setiap kali Bedhaya Ketawang ditarikan, sang penciptanya selalu hadir selalu hadir juga bahkan ikut menari. Tidak setiap orang dapat melihatnya, hanya pada mereka yang peka indrawinya saja sang pencipta mampu dilihat.Konon dalam latihan-latihan yang dilakukan, serig pula sang pencipta ini terlihat membetul-betulkan kesalahan yang dibuat oleh para penari. Bila mata orang awam tidak melihatnya, maka terkadang penari yang bersangkutan saja yang merasakan kehadirannya. Ada dugaan, bahwa semula Bedhaya ketawang itu adalah suatu tarian di candi-candi.
3.      Religius
Segi religius dapat diketahui dari kata-kata yang dinyanyikan oleh   suarawatinya. Antara lain ada yang berbunyi : …tanu astra kadya agni urube, kantar-kantar  …yen mati ngendi surupe, kyai?” (……kalau mati kemana tujuannya, kyai?).
4.      Tari Percintaan atau Tarian Perkawinan
Tari Bedhaya Ketawang melambangkan curahan cinta asmara Kangjeng Ratu kepada Sinuhun Sultan Agung. Semuanya itu terlukis dalam gerak-gerik tangan serta seluruh bagian tubuh, cara memegang sondher dan lain sebagainya. Namun demikian cetusan segala lambang tersebut telah dibuat demikian halusnya, hingga mata awam kadang-kadang sukar akan dapat memahaminya. Satu-satunya yang jelas dan memudahkan dugaan tentang adanya hubungan dengan suatu perkawinan ialah, bahwa semua penarinya dirias sebagai lazimnya temanten/mempelai yang akan dipertemukan. Tentang hal kata-kata yang tercantum dalam nyanyian yang mengiringi tarian, menunjukkan gambaran curahan asmara Kangjeng Ratu,  merayu dan mencumbu. Bila ditelaah serta dirasakan,pemirsa yang mengerti  kata-katanya,  dianggap akan  mudah membangkitkan rasa birahi. Aslinya pergelaran ini berlangsung selama 2 1/2 jam. Tetapi sejak jaman Sinuhun Paku Buwana X diadakan pengurangan, hingga akhirnya menjadi hanya 1 1/2 jam saja.Bagi mereka yang secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam kegiatan yang khudus ini berlaku suatu kewajiban khusus. Sehari sebelum tarian ditarikan para anggota kerabat Sinuhun menyucikan diri, lahir dan batin. Peraturan ini di masa-masa dahulu masih ditaati benar. Walaupun dirasa sangat memberatkan dan meyusahkan, namun berkat kesadaran dan ketaatan serta pengabdian pada keagungan Bedhaya Ketawang yang khudus itu, segala peraturan tersebut dilaksanakan juga dengan penuh rasa tulus dan ikhlas. Yang penting ialah, bahwa bagi mereka ini Bedhaya Ketawang merupakan suatu karya pusaka yang suci. Untuk inilah mereka semua mematuhi setiap peraturan tatacara yang berlaku.
Mengapa Bedhaya Ketawang itu dipandang demikian sucinya.  Menurut tradisi, Bedhaya Ketawang dianggap sebagai karya Kangjeng ratu Kidul Kencanasari,yang adalah Ratu mahluk halus seluruh pulau Jawa. Istananya di dasar Samudera . Pusat daerahnya adalah Mancingan, Parangtritis, di wilayah Yogyakarta.
Gamelan
Iringan gamelannya awalnya hanya lima macam; berlaras pelog, pathet lima, dan terdiri atas:
a.                   gending  - kemanak 2 (laras jangga kecil /manis penunggul)
b.                  kala - kendhang
c.                   sangka - gong
d.                  pamucuk - kethuk
e.                   sauran - kenong.
Jika demikian, maka Bedhaya Ketawang itu sifatnya Siwaistis dan umur Bedhaya Ketawang sudah tua sekali, lebih tua daripada Kangjeng Ratu Kidul.Bahkan menurut G.P.H. Kusumadiningrat, pencipta “lenggotbawa” adalah Bathara Wisnu, Tatkala duduk di Balekambang. Tujuh buah permata yang indah-indah telah diciptanya dan diubah wujudnya menjadi tujuh bidadari yang cantik jelita,yang  kemudian menari-nari  mengitari Bathara Wisnu dengan arah memutar ke kanan . Melihat hal ini sang Bathara sangat senang hatinya. Karena  dewa dianggap tidak pantas menoleh ke kanan dan ke kiri, maka diciptanyalah mata yang banyak sekali jumlahnya, letaknya tersebar di seluruh tubuhnya.

Gending
Gendhing yang dipakai untuk mengiringi Beghaya Ketawang disebut juga Ketawang Gedhe. Gendhing ini tidak dapat dijadikan gendhing untuk klenengan, karena resminya memang bukan gendhing, melainkan termasuktembang gerong Gamelan iringannya, sebagai telah diterangkan di depan, terdiri dari lima macam jenis: kethuk, kenong, kendhang, gong dan kemanak. 

Dalam hal ini yang jelas sekali terdengar ialah suara kemanaknya. Tarian yang diiringi dibagi menjadi tiga adegan (babak). Anehnya, di tengah-tengah seluruh bagian tarian larasnya berganti ke slendro sebentar (sampai dua kali), kemudian kembali lagi ke laras pelog, hingga akhirnya. Pada bagian (babak) pertama diiringi sindhen Durma, selanjutnya berganti ke Retnamulya. Pada saat mengiringi jalannya penari keluar dan masuk lagi ke Dalem Ageng Prabasuyasa alat gamelannya ditambah dengan rebab, gender gambang dan suling. Ini semuanya dilakukan untuk menambah keselarasan suasana. Selama tarian dilakukan sama sekali tidak digunakan keprak. Keluarnya penari dari Dalem Ageng Prabasuyasa menuju ke Pendapa Ageng Sasanasewaka, dengan berjalan berurutan satu demi satu. Mereka mengitari Sinuhun yang duduk di singgasana (dhampar).Demikian juga jalannya kembali ke dalam. Yang berbeda dengan kelaziman tarian lain-lainnya, para penari Bedhaya Ketawang selalu mengitari Sinuhun, sedang beliau duduk di sebelah kanan mereka (meng-“kanan”kan). Pada tarian bedhaya atau serimpi biasa, penari-penari keluar-masuk dari sebelah kanan Sinuhun, dan kembali melalui jalan yang sama.
Nilai estetis yang terkandung pada tata busana dan tata rias tari bedaya secara visual terkait dengan karakter yang terdapat pada tari bedaya. Artinya penari bedaya yang edial semestinya dipilih kecuali dengan prnilaian kualitas kepenariannya, dan masih diperlukan persyaratan yang berkaitan dengan keserasian dan ketepatan seorang penari mengenakan dodol ageng dan rias paes ageng. Hal ini penting karena tidak semua penari yang baik dan sesuai penari bedaya bisa mengenakan busana dodot ageng dan rias paes ageng,karena ada persyaratan ketentuan fisik yang dapat memenuhi persyaratan keserasian dalam berbusana dodot ageng dan rias paes ageng. Nilai estetis yang terkandungdalam tata busana dan tata rias tari bedaya gaya Yogyakarta mempunyai kaitan erat dengan makna yang terkandung dalam tari bedaya dengan segala unsur yang terdapat di dalamnya. Sehingga apabila terjadi perubahan secara evolutif pada tata busana dan rias tari bedaya maka berarti ada kaitannya dengan makna yang terkandung pada tariannya.
Tata Rakit Tari bedhaya
Keterangan      X=Penari                    >=Arah Hadap Penari
                        1.Endhel Pajeg            2.Batak
                        3.Jangga                      4.Darma
                        5.Buntil                       6.Apit Ngajeg
                        7.Apit Wingking         8.Endhel Wedalan Ngajeng
9.Endhel Wedalan Wingking
a. Pola lantai rakit lajur
            Pola lantai ini menyimbolkan wujud lahiriah manusia yang terbagi atas tiga bagian, yaitu: bagian kepala(di lambangkan dengan endhel pajeg, batak dan jangga); bagian badan(dhada dan buntil);bagian aggota badan(apit ngajeg, apit wingking, dan endhel wedalan wingking(symbol kaki kananatau kiri)
b.Pola lantai iring-iringan
            Pola lantai menyimbolkan proses hidup banitiah seseorang manusia. Adapun pergolakan-pergolakan yang diciptakan oleh endhel pajeg dan batak merupakan penggambaran ketidaksesuaian antara kehendak dan pikiran.  Keluar dan masukknya endhel dan apit ke lajur pada hakikatnya melambangkan suatu hendak kestabilan suasana batin manusia.





c. Pola lantai ajeng-ajengan
            Pola lantai ini menyimbolkan siklus kehidupan yang dihadapkan pada dua pilihan antara melakukan hal yang baik dan buruk. Dalam rakit ajeg-ajegan muncul nasfu atau keinginan hati nurani, yakni pertentangan antara baik dan buruk.  Pada manusia terkadang timbul sifat baikknya dan terkadang pula timbul sifat jahatnya. Manusia pada dasarnya dipengaruhi oleh kedua sifat tersebut, yang secara sadar maupun tidak, akan berada pada sifat yang telah digariskan sebagai kodratnya.
d. Pola lantai lumebet lanjur
            Pola lantai mlebet lajur memberikan gambaran bagi manusia akan kepatuhan yang telah disepakati dalam aturan-aturan yang ada mengenai hal-hal yang baik atau norma-norma yang ada pada lingkungan internal (keluarga) dan pada lingkungan eksternal (Masyarakat dan Negara) .
e. Pola lantai endhel-endhel apit medal
            Endhel-endhel apit medal saking lajur menyimbolkan bagaimana manusia ingin melepaskan diri dari aturan yang telah disepakati bersama. Manusia selalu merasa tidak puas dengan apa yang ada atau apa yang diperolehnya. Penggambaran ketikdaksesuaian antara kehendak dan pikiran pada hakikatnya melambangkan ketidak stabilan suasana batin manusia, sungguhpun akhirnya kembali menyatu dengan wujud manusia sempurna dan mampu untuk mulih manalila dumadi.
f. Pola lantai VI rakit tiga-tiga
            Pola lantai rakit tiga-tiga menimbulkan sirkulasi pikiran manusia yang diawali dari keadaan yang tetap, kemudian goyah, dilanjutkan dengan pencapaian kesadaran, dan berakhir dengan kemanunggalan.  Itu semua merupakan bagian dari paham filosofi yang ada pada masyarakat Jawa.
            Dari keenam rakit yang ada dalam komposisi tari bedhaya masing-masing memiliki tugas dan kedudukan sesuai dengan fungsi simbol yang ada didalamnya.  Hal ini berkaitan dengan pendapat White yang menyatakan bahwa ada batasan simbol yang disampaikan dan keenam batasan simbol salah satunya menyatakan bahwa perilaku manusia berasal dari pemakaian lambing yang tercemin dalam komposisi bedhaya tentang perilaku manusia yang dimulai sejak lahir, proses dan berakhir dengan kemanunggalan.

Simbol 9 Penari
                Kanjeng Brongtodiningrat telah memberikan tafsiran atas nilai sembilan dalam tari Bedhaya Ketawang. Akan tetapi benarkah tari Bedhaya Ketawang dengan sembilan peran fungsionalnya itu hanya sekedar melambangkan tubuh jasmani manusia dan sembilan lubangnya? Lalu apa hubungannya dengan upacara penobatan raja? Serta mengapa dianggap sebagai pusaka?
Jawaban akan pertanyaan-pertanyaan itu agaknya harus ditelusuri lebih jauh di dalam kebudayaan Jawa yang lebih tua, pada kebudayaan Jawa semasa pengaruh Hindu masih kentara.
Di dalam pandangan agama Hindu seluruh alam semesta ini terbagi menjadi sembilan arah mata angin yang disebut nawa yonyatmaka. Hal ini disimbolkan dalam bentuk Cakra, yakni simbol yang berbentuk lingkaran terbagi delapan dengan pusat lingkaran merupakan titik (arah) yang kesembilan, yakni yang merupakan inti pusat cakra. Dalam hal ini eksistensi nawa yonyatmaka sebenarnya terdiri atas sembilan jenis adhara atau sembilan jenis sikap yang disebut nawadhara. Dari nawadhara inilah kemudian lahir sembilan jenis sakti yang dikenal dengan istilah nawa natha atau sembilan penari (Pudja, 1976: 52). 




C.                Tari Saman
Di antara beraneka ragam tarian dari pelosok Indonesia, tari saman termasuk dalam kategori seni tari yang sangat menarik. Keunikan tari saman ini terletak pada kekompakan gerakannya yang sangat menakjubkan. Para penari saman dapat bergerak serentak mengikuti irama musik yang harmonis. Gerakan-gerakan teratur itu seolah digerakkan satu tubuh, terus menari dengan kompak, mengikuti dendang lagu yang dinamis. Sungguh menarik, bukan? Tak salah jika tari saman banyak memikat hati para penikmat seni tari. Bukan hanya dari Indonesia, tapi juga dari mancanegara. Sekarang, mari kita ulas lebih dalam lagi mengenai tarian unik ini.
Mengapa tarian ini dinamakan tari Saman? Tarian ini di namakan Saman karena diciptakan oleh seorang Ulama Gayo bernama Syekh Saman pada sekitar abad XIV Masehi, dari dataran tinggi Gayo. Awalnya, tarian ini hanyalah berupa permainan rakyat yang dinamakan Pok Ane. Namun, kemudian ditambahkan iringan syair-syair yang berisi puji-pujian kepada Allah SWT, serta diiringi pula oleh kombinasi tepukan-tepukan para penari. Saat itu, tari saman menjadi salah satu media dakwah.
Pada mulanya, tari saman hanya ditampilkan untuk even-even tertentu, khususnya pada saat merayakan Hari Ulang Tahun Nabi Besar Muhammad SAW atau disebut peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Biasanya, tari saman ditampilkan di bawah kolong Meunasah (sejenis surau panggung). Namun seiring perkembangan zaman, tari Saman pun ikut berkembang hingga penggunaannya menjadi semakin sering dilakukan. Kini, tari saman dapat digolongkan sebagai tari hiburan/pertunjukan, karena penampilan tari tidak terikat dengan waktu, peristiwa atau upacara tertentu. Tari Saman dapat ditampilkan pada setiap kesempatan yang bersifat keramaian dan kegembiraan, seperti pesta ulang tahun, pesta pernikahan, atau perayaan-perayaan lainnya. Untuk tempatnya, tari Saman biasa dilakukan di rumah, lapangan, dan ada juga yang menggunakan panggung.
           Tari Saman biasanya ditampilkan dipandu oleh seorang pemimpin yang lazimnya disebut Syekh. Penari Saman dan Syekh harus bisa bekerja sama dengan baik agar tercipta gerakan yang kompak dan harmonis.
Selain posisi duduk dan gerak badan, gerak tangan sangat dominan dalam tari saman. Karena dia berfungsi sebagai gerak sekaligus musik. Ada yang disebut cerkop yaitu kedua tangan berhimpit dan searah. Ada juga cilok, yaitu gerak ujung jari telunjuk seakan mengambil sesuatu benda ringan seperti garam. Dan tepok yang dilakukan dalam berbagai posisi (horizontal / bolak-balik / seperti baling-baling). Gerakan kepala seperti mengangguk dalam tempo lamban sampai cepat (anguk) dan kepala berputar seperti baling-baling (girek) juga merupakan ragam gerak saman. Kesenyawaan semua unsur inilah yang menambah keindahan dan keharmonisan dalam gerak tari saman.
Karena tari saman di mainkan tanpa alat musik, maka sebagai pengiringnya di gunakan tangan dan badan. Ada beberapa cara untuk mendapatkan bunyi-bunyian tersebut:
1.                  Tepukan kedua belah tangan. Ini biasanya bertempo sedang sampai      cepat
2.                  Pukulan kedua telapak tangan ke dada. Biasanya bertempo cepat
3.                  Tepukan sebelah telapak tangan ke dada. Umunya bertempo sedang
4.                  Gesekan ibu jari dengan jari tengah tangan (kertip). Umunya bertempo sedang.

            Tari Saman dijadikan sebagai media dakwah. Sebelum Saman dimulai, tampil pemuka adat untuk mewakili masyarakat setempat. Pemuka adat memberikan nasehat-nasehat yang berguna kepada para pemain dan penonton. Syair-syair yang di antunkan dalam tari Saman juga berisi petuah-petuah dan dakwah.

Berikut contoh sepenggal syair dalam tari saman:
Reno tewa ni beras padi, manuk kedidi mulu menjadi rempulis bunge.
Artinya:
Betapa indahnya padi di sawah dihembus angin yang lemah gemulai. Namun begitu, burung kedidi yang lebih dulu sebagai calon pengantin serta membawa nama yang harum.

Namun dewasa ini, fungsi tarian saman menjadi bergeser. Tarian ini jadi lebih sering berfungsi sebagai media hiburan pada pesta-pesta, hajatan, dan acara-acara lain.

Dan nyanyian para penari menambah kedinamisan dari tarian saman. Dimana cara menyanyikan lagu-lagu dalam tari saman dibagi dalam 5 macam :
1.                  Rengum, yaitu auman yang diawali oleh pengangkat.
2.                  Dering, yaitu regnum yang segera diikuti oleh semua penari.
3.                  Redet, yaitu lagu singkat dengan suara pendek yang dinyanyikan oleh seorang penari pada bagian tengah tari.
4.                  Syek, yaitu lagu yang dinyanyikan oleh seorang penari dengan suara panjang tinggi melengking, biasanya sebagai tanda perubahan gerak
5.                  Saur, yaitu lagu yang diulang bersama oleh seluruh penari setelah dinyanyikan oleh penari solo.

Dalam setiap pertunjukan semuanya itu di sinergikan sehingga mengahasilkan suatu gerak tarian yang mengagumkan. Jadi kekuatan tari Saman tidak hanya terletak pada syairnya saja namun gerak yang kompak menjadi nilai lebih dalam tarian. Ini boleh terwujud dari kepatuhan para penarinya dalam memainkan perannya masing-masing. Itulah sekelumit tentang fungsi formasi, jenis gerak, asal musik pengiring serta nyanyian dalam pertunjukan tari Saman. Semoga bermanfaat bagi anda dalam memahami tarian Saman.

Dalam penampilan yang biasa saja (bukan pertandingan) dimana adanya keterbatasan waktu, Saman bisa saja dimainkan oleh 10 - 12 penari, akan tetapi keutuhan Saman setidaknya didukung 15 - 17 penari. Yang mempunyai fungsi sebagai berikut :

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
* Nomor 9 disebut Pengangkat
Pengangkat adalah tokoh utama (sejenis syekh dalam seudati) titik sentral dalam Saman, yang menentukan gerak tari, level tari, syair-syair yang dikumandangkan maupun syair-syair sebagai balasan terhadap serangan lawan main (Saman Jalu / pertandingan)

* Nomor 8 dan 10 disebut Pengapit
Pengapit adalah tokoh pembantu pengangkat baik gerak tari maupun nyanyian/ vokal

* Nomor 2-7 dan 11-16 disebut Penyepit
Penyepit adalah penari biasa yang mendukung tari atau gerak tari yang diarahkan pengangkat. Selain sebagai penari juga berperan menyepit (menghimpit). Sehingga kerapatan antara penari terjaga, sehingga penari menyatu tanpa antara dalam posisi banjar/ bershaf (horizontal) untuk keutuhan dan keserempakan gerak.

* Nomor 1 dan 17 disebut Penupang
Penupang adalah penari yang paling ujung kanan-kiri dari barisan penari yang duduk berbanjar. Penupang selain berperan sebagai bagian dari pendukung tari juga berperan menupang / menahan keutuhan posisi tari agar tetap rapat dan lurus. Sehingga penupang disebut penamat kerpe jejerun (pemegang rumput jejerun). Seakan-akan bertahan memperkokoh kedudukan dengan memgang rumput jejerun (jejerun sejenis rumput yang akarnya kuat dan terhujam dalam, sukar di cabut.

a.      Gerakan
Tarian saman menggunakan dua unsur gerak yang menjadi unsur dasar dalam tarian saman: Tepuk tangan dan tepuk dada. Diduga, ketika menyebarkan agama Islam, syeikh saman mempelajari tarian melayu kuno, kemudian menghadirkan kembali lewat gerak yang disertai dengan syair-syair dakwah Islam demi memudahkan dakwahnya. Dalam konteks kekinian, tarian ritual yang bersifat religius ini masih digunakan sebagai media untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah melalui pertunjukan-pertunjukan.

Tarian Saman termasuk salah satu tarian yang cukup unik, karena hanya menampilkan gerak tepuk tangan dan gerakan-gerakan lainnya, seperti gerak guncang, kirep, lingang, surang-saring (semua gerak ini adalah bahasa Gayo). Selain itu, ada 2 baris orang yang menyanyi sambil bertepuk tangan dan semua penari Tari Saman harus menari dengan harmonis. Dalam Tari Saman biasanya, temponya makin lama akan makin cepat supaya Tari Saman menarik.

b.      Penari
Pada umumnya, tari Saman dimainkan oleh belasan atau puluhan laki-laki. tetapi jumlahnya harus ganjil. Namun, dalam perkembangan selanjutnya, tarian ini juga dimainkan oleh kaum perempuan. Pendapat Lain mengatakan tarian ini ditarikan kurang dari 10 orang, dengan rincian 8 penari dan 2 orang sebagai pemberi aba-aba sambil bernyanyi. Namun, perkembangan di era modern menghendaki bahwa suatu tarian itu akan semakin semarak apabila ditarikan oleh penari dengan jumlah yang lebih banyak. Di sinilah peran Syeikh, ia harus mengatur gerakan dan menyanyikan syair-syair tari Saman.

Kostum atau busana khusus saman terbagi dari tiga bagian yaitu:
1. Pada kepala: bulung teleng atau tengkuluk dasar kain hitam empat persegi.   Dua segi disulam dengan benang seperti baju, sunting kepies.

2. Pada badan: baju pokok/ baju kerawang (baju dasar warna hitam, disulam benang putih, hijau dan merah, bahagian pinggang disulam dengan kedawek dan kekait, baju bertangan pendek) celana dan kain sarung.

3. Pada tangan: topeng gelang, sapu tangan.
Begitu pula halnya dalam penggunaan warna, menurut tradisi mengandung nilai-nilai tertentu, karena melalui warna menunjukkan identitas para pemakainya. Warna-warna tersebut mencerminkan kekompakan, kebijaksanaan, keperkasaan, keberanian dan keharmonisan.

Sejalan kondisi Aceh dalam peperangan maka syekh menambahkan syair-syair yang manambah semangat juang rakyat Aceh. Tari ini terus berkembang sesuai kebutuhannya. Sampai sekarang tari ini lebih sering di tampilkan dalam perayaan-perayaan keagamaan dan kenegaraan. Tarian ini pada awalnya kurang mendapat perhatian karena keterbatasan komunikasi dan informasi dari dunia luar. Tari ini mulai mengguncang panggung saat penampilannya pada Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) II dan peresmian pembukaan Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Gemuruh Saman di TMII menggemparkan tidak hanya nusantara namun sampai ke manca negara.

Tari saman memang sangat menarik. Pertunjukkan tari Saman tidak hanya populer di negeri kita sendiri, namun juga populer di mancanegara seperti di Australia dan Eropa. Baru-baru ini tari saman di pertunjukkan di Australia untuk memperingati bencana besar tsunami pada 26 Desember 2006 silam. Maka dari itu, kita harus bangga dengan kesenian yang kita miliki, dan melestarikannya agar tidak punah.



D.                Tari Kecak
Para penari yang duduk melingkar tersebut mengenakan kain kotak-kotak seperti papan catur melingkari pinggang mereka. Selain para penari itu, ada pula para penari lain yang memerankan tokoh-tokoh Ramayana seperti Rama, Shinta, Rahwana, Hanoman, dan Sugriwa.

Lagu tari Kecak diambil dari ritual tarian sanghyang. Selain itu, tidak digunakan alat musik. Hanya digunakan kincringan yang dikenakan pada kaki penari yang memerankan tokoh-tokoh Ramayana.

Tari kecak dicptakan oleh Wayan Limbak dan Walter Spies seorang pelukis dari Jerman sekitar tahun 1930. Sebenarnya tari Kecak berasal dari ritual sanghyang, yaitu tradisi tarian yang penarinya akan berada pada kondisi tidak sadar, melakukan komunikasi dengan Tuhan atau roh para leluhur dan kemudian menyampaikan harapan-harapannya kepada masyarakat. Tidak sulit untuk mengambil definisi atau kenapa disebut tari Kecak. Ketika penari laki-laki menarikan tarian tersebut, terdengar kata cak …cak …cak …ke dari sanalah kata Kecak diambil. Tarian kecak ini tidak seperti tarian lainnya dari Bali, tari kecap tidak menggunakan alat bantu musik apapun, justru alunan tercipta dari teriakan “cak…cak…cak” yang membentuk alunan musik murni dan kincringn yang diikatkan di kaki para penari.

a.                  Perkembangan Tari Kecak Di Bali
Tari kecak di Bali mengalami terus mengalami perubahan dan perkembangan sejak tahun 1970-an. Perkembangan yang bisa dilihat adalah dari segi cerita dan pementasan. Dari segi cerita untuk pementasan tidak hanya berpatokan pada satu bagian dari Ramayana tapi juga bagian bagian cerita yang lain dari Ramayana.

Kemudian dari segi pementasan juga mulai mengalami perkembangan tidak hanya ditemui di satu tempat seperti Desa Bona, Gianyar namun juga desa desa yang lain di Bali mulai mengembangkan tari kecak sehingga di seluruh Bali terdapat puluhan group kecak dimana anggotanya biasanya para anggota banjar. Kegiatan kegiatan seperti festival tari Kecak juga sering dilaksanakan di Bali baik oleh pemerintah atau pun oleh sekolah seni yang ada di Bali. Serta dari jumlah penari terbanyak yang pernah dipentaskan dalam tari kecak tercatat pada tahun 1979 dimana melibatkan 500 orang penari. Pada saat itu dipentaskan kecak dengan mengambil cerita dari Mahabarata.Namun rekor ini dipecahkan oleh Pemerintah Kabupaten Tabanan yang menyelenggarakan kecak kolosal dengan 5000 penari pada tanggal 29 September 2006, di Tanah Lot, Tabanan, Bali.

b.                  Pola Tari Kecak
Sebagai suatu pertunjukan tari kecak didukung oleh beberapa factor yang sangat penting, Lebih lebih dalam pertunjukan kecak ini menyajikan tarian sebagai pengantar cerita, tentu musik sangat vital untuk mengiringi lenggak lenggok penari. Namun dalam dalam Tari Kecak musik dihasilkan dari perpaduan suara angota cak yang berjumlah sekitar 50 – 70 orang semuanya akan membuat musik secara akapela, seorang akan bertindak sebagai pemimpin yang memberika nada awal seorang lagi bertindak sebagai penekan yang bertugas memberikan tekanan nada tinggi atau rendah seorang bertindak sebagai penembang solo, dan sorang lagi akan bertindak sebagai ki dalang yang mengantarkan alur cerita. Penari dalam tari kecak dalam gerakannya tidak mestinya mengikuti pakem-pakem tari yang diiringi oleh gamelan. Jadi dalam tari kecak ini gerak tubuh penari lebih santai karena yang diutamakan adalah jalan cerita dan perpaduan suara.

Tari Kecak biasanya disebut sebagai tari "Cak" atau tari api (Fire Dance) merupakan tari pertunjukan masal atau hiburan dan cendrung sebagai sendratari yaitu seni drama dan tari karena seluruhnya menggambarkan seni peran dari "Lakon Pewayangan" seperti Rama Sita dan tidak secara khusus digunakan dalam ritual agama hindu seperti pemujaan, odalan dan upacara lainnya.  Bentuk - bentuk "Sakral" dalam tari kecak ini biasanya ditunjukan dalam hal kerauhan atau masolah yaitu kekebalan secara gaib sehingga tidak terbakar oleh api.

c.                   Keunikan. 
Tidak seperti tari bali lainnya menggunakan gamelan sebagai musik pengiring tetapi dalam pementasan tari kecak ini hanya  memadukan seni dari suara - suara mulut atau teriakan - teriakan seperti "cak cak ke" sehingga tari ini disebut tari kecak. Tarian Kecak ini bisa ditemukan di beberapa tempat di Bali, tapi yang di Uluwatu adalah yang paling menarik untuk ditonton karena atraksinya bersamaan dengan sunset atau matahari tenggelam.
Menurut Wikipedia, kecak diciptakan pada tahun 1930-an oleh Wayan Limbak yang bekerja sama dengan pelukis Jerman Walter Spies berdasarkan tradisi Sanghyang dan bagian-bagian kisah Ramayana. Wayan Limbak memopulerkan tari ini saat berkeliling dunia bersama rombongan penari Bali-nya.

1.                        Pengertian koreografi kelompok
Koreografi adalah pengetahuan penyusunan tari atau mengkomposisikan bagian-bagian gerak dan disain komposisi yang saling berhubungan antara elemen komposisi tari, keindahan dalam gerak dan teknik konstruksi menjadi satu kesatuan yang utuh. Tari koreografi kelompok ini juga disebut drama taro karena selain diuraikan banyak orang juga membawakan suatu cerita lengkap atau sebagian. Dalam rangka penyajian, koreografi dipresentasikan dalam bentuk seni pertunjukan. Secara harafiah, koreografi terdiri dari dua suku kata yakni Choreo berarti menata dan Grafien berarti gambar. Makna yang utuh bahwa koreografi merupakan proses kerja kreatif yang pada khususnya dalam rangka menyusun atau menata tarian. Sehubungan banyak referensi yang dapat digunakan sebagai pijakan dalam menyusun atau menata tari, penulis dalam hal ini menguatkan bahwa prosedur koreografi secara filosofis dapat dilakukan secara tunggal dan kelompok sesuai yang sering kali ditetapkan untuk suatu koreografi. Berkenaan dengan koreografi kelompok, proses mempertimbangkan syarat-syarat pokok harus ditetapkan.

Pengertian dari koreografi kelompok adalah komposisi yang ditarikan lebih dari satu penari atau bukan tarian tunggal ( solo dance ), sehingga dapat diartikan duet ( dua penari ), trio ( tiga penari ), kuartet ( empat penari ), dan seterusnya.

2.                  Koreografi kelompok terhadap tari kecak
a)                  Koreografi pada tari kecak yaitu bebas bergerak liar tanpa batasan langgam. areal pertunjukkan pun berubah seperti palagan dengan bola api berterbangan.  Perang obor dan api tak tertinggal, penari kecak tua dan muda berkeliaran ke sana kemari menyuguhkan formasi yang sepintas tampak kacau meski sebetulnya ini adalah wujud ekspresif kecak dengan koreografi bebas.


b)                  Konsep Koreografi Kelompok
Dalam koreografi kelompok pada tari kecak terdapat konsep yang mempengaruhi koreografi seperti : Komposisi kelompok besar dengan jumlah penari gasal maupun genap dapat dibagi menjadi kelompok – kelompok kecil, sehingga masing – masing menjadi pusat perhatian. Tetapi dapat pula menyatu secara harmonis menjadi satu pusat perhatian saja ( focus on one point ).

c)      Ruang Lingkup Koreografi Kelompok tari kecak
·          Struktur Keruangan
Ø  Desain lantai yaitu garis – garis di lantai yang dilalui oleh seorang penari atau garis – garis di lantai yang dibuat oleh formasi penari kelompok. Secara garis besar ada dua pola garis dasar pada lantai.

   Desai lantai yang dipakai pada tari kecak yaitu desan lantai pada garis lengkung yaitu penari melengkung ke depan, ke belakang, ke samping dan serong. Dengan melingkar terdapat tiga baris penari kecak yang dapat memberikan kesan lembut tetapi juga lemah yang berciri sebagai tari gembira yang terdapat ditari kecak Bali.
Ø     Pada penari segerombolan penari kecak menggunakan desan vertikal yaitu desain yang menggunakan anggota badan pokok yaitu tungkai dan lengan menjulur ke atas atau ke bawah dan desain lengkung yaitu desain dari badan dan anggota-anggota badan lainnya yang menggunakan garis-garis lengkung. Desain in menarik dan memberi kesan halus dan lembut.

Ø  Penari yang berperan sebagai Rama, Sita dan Kijang Mas
Desain Dalam, desain dalam adalah desain yang apabila dilihat dari arah penonton, badan penari tampak memiliki perspektif yang dalam. Beberapa anggota badan seperti kaki dan lengan diarahkan ke belakang, ke depan, ke samping, dan menyudut.


Desain bersudut adalah desain yang banyak menggunakan tekukan-tekukan tajam pada sendi-sendi seperti lutut, pergelangan tangan, kaki, dan siku.

Desain Spiral adalah desain yang menggunakan lebih dari satu garis lingkaran yang searah pada anggota badan

Desain Asimetris adalah desain yang dibuat dengan menempatkan garis-garis anggota badan yang kiri berlainan dengan yang kanan.

·   Aspek – aspek ruang
  Dalam memahami aspek – aspek ruang tari khususnya dalam komposisi atau koreografi kelompok dalam tari kecak dipakai struktur ruang bentuk prosenium, dengan penonton berbentuk setengah lingkaran atau huruf  U.

B.     Macam-macam motif Tari Kecak
Adegan 1
           
Rama Sita dan Laksamana sedang berada dalam hutan tiba tiba muncul seekor kijang emas (penjelmaan dari pembantu Raja Rahwana yang ditugaskan untuk memancing agar Rama meninggalkan Sita sendirian) mendekati mereka kemudian menjauh seakan ingin mengajak mereka bermain melihat kijang yang lucu tersebut Sita minta ke pada raja Rama untuk menangkapnya. Sebelum Rama pergi meninggalkan Sita, Rama minta adiknya Laksamana menjaga Sita, kemudian Rama meninggalkan Sita dan laksamana untuk mengejar kijang emas yang berlari menjauh. Tak selang beberapa lap kemudian terdengar suara kesakitan yang mirip suara Rama serta minta tolong. Mendengar itu Sita merasa cemas kemudian minta Laksamana untuk menyusul Rama, Laksamana tidak percaya kalau suara itu adalah suara Rama karena dia tahu Rama tidak mungkin dapat dilukai oleh sekor kijang. Namun Sita tidak mau mengerti dia malah marah pada Laksamana dan menuduh Laksamana sengaja membiarkan Rama mati sehingga dia bisa mengawini Sita kelak. Karena terus didesak oleh Sita akhirnya Laksmana mau pergi menyusul Rama. Sebelum meninggalkan Sita sendirian Laksamana membuat lingakaran dan minta Sita untuk tetap berada dalam lingkaran. Setelah Laksamana pergi kemudian muncul sorang pendeta yang sebenarnya adalah penjelmaan Rahwana. Pendeta ini minta air kepada Sita. Karena merasa iba Sita memberikan air kepada pendeta tersebut dengan menjulurkan tangannya keluar lingkaran. Seketika itu juga pendeta tua itu berubah menjadi Rahwana. Kemudian membawa Sita pergi.

Adegan 2
           
Dikisahkan Sita telah berada di Kerajaan Alengka ditemani oleh Trijata – kemenakan dari Rahwana yang ditugaskan untuk menjaga Sita. Sita terlihat sedih menangisi nasib yang menimpanya sambil terus berharap Rama datang untuk menyelamatkannya. Kemudian muncul Kera Putih – Hanoman. Pada awalnya Sita mengira Hanoman ini juga merupakan penjelmaan Rahwana, namun setelah Sang Hanoman menjelaskan bahwa dirinya adalah utusan dari Raja Rama, serta menyerahkan cincin sebagai bukti. Kemudian Sita memberikan bunga kepada Hanoman untuk diserahkan kepada raja Rama. Sebelum meninggalkan kerajaan Alengka Hanoman membakar taman dan beberapa tempat di kerajaan Alengka sebagai pesan pada Rahwana bahwa Rama akan datang untuk menyelamatkan Sita.
Adegan 3
           
Peperangan dimulai, Rama dengan pelayannya bernama Tualen serta tentara keranya tiba di Alengka untuk menyerang dan menghancurkan kerajaan Rahwana. Pada awal pertempuran putra Rahwana yang bernama Megananda serta pelayannya Delem berhasil mengalahkan Mengikat Rama dengan kekuatan sihirnya sehingga Rama serta anak buahnya tidak bisa bergerak dan menjadi lemas. Kemudian Rama berdoa memohon kepada para Dewata untu k menyelamatkannya, kemudian munculah seekor burung garuda membantu Rama melepaskan diri dari sihir Megananda.

Adegan 4
           
Kemudian Rama beserta tentaranya kembali pulih seperti sedia kala lalu Rama memerintahkan Raja Kera Sugria untuk melawan Megananda, Pada scene ini para penari cak akan membentuk 2 kelompok satu kelompok menjadi tentara Megananda, satu kelompok yang lain menjadi tentara Sugriwa. Dalam pertempuran ini Sugriwa berhasil mengalahkan Megananda. Kemudian para penari cak kembali menjadi satu kelompok.

Adegan 5
           
Diceritakan bahwa Rahwana telah dapat dikalahkan dan Rama berkumpul kembali dengan istrinya Sita. Pertemuan mereka ini disaksikan oleh Laksamana, Sugriwa dan Hanoman.
Selain kisah Ramayana, ada beberapa judul dan tema kecak yang sering dipentaskan seperti:
- Kecak Subali dan Sugriwa, diciptakan pada tahun 1976.
- Kecak Dewa Ruci, diciptakan pada tahun 1982.
Keduanya merupakan hasil karya dari Bapak
I Wayan Dibia.



E.               DESKRIPSI WAWANCARA

Dari hasil wawancara penulis melakukan prose Tanya jawab dengan bapak Hasto di Keraton Kasunanan Surakarta dan penulis mengetahui beberapa hal seperti:
1.      Asal-usul Tari Bedoyo, yaitu berawal dari masa lalu sebelum Mataram, ada pengaruh budaya Hindu. Pada abad ke-7 dipimpin oleh Ratu Sima. Ratu Sima membuat tarian yang tariannya mirip dengan tarian suku. Dari abad ke abad yaitu abad ke-7 sampai dengan abad ke-16 ketika masa kepemimpinan Sultan Agung, Sultan Agung menciptakan tari yang disebut Tari Bedoyo. Tari Bedoyo diciptakan menggambarkan pertemuan Panembahan Senopati dengan Ratu Selatan yang berpusat di Kota Gedhe (Mataram). Tari Bedoyo Ketawang, Ketawang artinya keatas yaitu sebagai manusia kita harus selalu ingat kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena semua ini terjadi karena Tuhan. Ketawang juga bisa berarti kasih sayang. Tari Bedoyo Ketawang merupakan tari kesuburan, yaknni kesuburan terhadap semua hal. Tari Bedoyo ini oleh Sultan Agung dijadikan sebagai tari kenegaraan.

2.      Iringan Tari Bedoyo yaitu Gendhing Kemanak, menggambarkan irama detak jantung.


3.      Durasi penyajian Tari Bedoyo yaitu 2 jam dari pathetan→bertata→selesai.

4.      Jumlah penari Tari Bedoyo yaitu maksimal 9 orang. 9 orang ini menggambarkan kesempurnaan manusia. Manusia harus menjaga 9 lubang yang ada pada dirinya.


5.      Busana Tari Bedoyo sampai terakhir ini yaitu basahan (dodot gendhong) dengan motif alas-alasan berwarna hijau atau ungu. Ada gambar hewan-hewan.
6.      Rias Tari Bedoyo yaitu paes (lengkung pada jidat), sanggulnya yaitu bentuk burung menghadap ke belakang. Sunduk pada sanggul berupa hewan-hewan insect dan gajah. Gajah menggambarkan dewa ilmu.

7.      Syarat menjadi penarinya yaitu harus masih gadis.


8.      Pantangan menjadi penari Tari Bedoyo yaitu menjaga kesucian dirinya supaya tidak mencemari tariannya.

9.      Ritual sebelum menarikan Tari Bedoyo yaitu komunikasi terhadap leluhur untuk memohonkan maaf.


10.  Waktu penyajian yaitu ketika ulang tahun kenaikan tahta raja.

11.  Manfaat yang didapat dari penari maupun penonton Tari Bedoyo yaitu, mengingat kalau apapun ada yang mencipta dan memimpin, supaya bisa lebih dekat dengan sang pencipta.


12.  Pertama kali Tari Bedoyo ditarikan adalah di Kota Gedhe (Mataram).

13.  Tarian khusus putrid yaitu Tari Bedoyo Ageng dan Tari Bedoyo Alit.


14.  Arti-arti dari gerakan Tari Bedoyo yang paling baku adalan kiblat 4, 5 panjer(segala arah) yang menguasai Allah.

15.  Mulai sekarang Tari Bedoyo ditarikan di pendhopo kerajaan.



BAB V
PENUTUP



A.              KESIMPULAN
Dari hasil wawancara yang dilakukan penulis melalui berbagai pertanyaan tentang Tari Bedoyo dan hasil pencarian di internet tentang Tari Bedoyo, Tari Saman, dan Tari Kecak, maka penulis menyimpulkan bahwa banyak tari-tarian di Negara kita yang mempunyai arti yang berbeda-beda. Yakni,
1.      Tari Bedoyo, yaitu tari yang menghubungkan antara manusia dengan sang pencipta.
2.      Tari Saman, yaitu tari yang syair-syairnya memuja pada Nabi Muhammad SAW
3.      Tari Kecak, yaitu tari yang penarinya tidak sadar kan diri, melakukan komunikasi dengan Tuhan atau roh para leluhur dan kemudian menyampaikan harapan-harapannya kepada masyarakat

B.               SARAN
Berdasarkan hasil kesimpulan diatas, penulis member saran kepada pembaca sebagai berikut :
1.      Sebagai rakyat Indonesia sekaligus generasi penerus bangsa, kita harus menjaga dan melestarikan budaya-budaya di Indonesia. Contohnya adalah tari.
2.      Menghargai karya-karya tari yang diciptakan oleh nenek moyang kita dengan cara menarikan tarian tersebut dan mempelajarinya.

DAFTAR PUSTAKA


1.     KGPH PUGER – Pangeran Kraton Kasunanan Surakarta
6.      http://id.wikipedia.org/wiki/Tari_Saman (22februari 2104)
11.  http://killthemal.blogspot.com/2014/05/isi-kti-seni-budaya.html (9 Mei 2014)

















- Copyright © Vedo ICT - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -